Pages


widget

Kamis, 26 Februari 2015

Perempuan Berkalung Sorban Dilihat Dari Sistem Patriarki dan Ketidakadilan Gender

Film ini berlatar pada tahun 1900-an. Anissa adalah seorang anak dari Kiai pemilik sebuah Pondok Pesantren salafiyah. Sejak kecil ia dididik dan diajarkan pendidikan agama yang kolot dan tidak menerima pembaharuan, tentang bagaimana posisi perempuan dalam agama Islam yang ternyata dipahami oleh Kiai dan Ustad-ustad di Pondok Pesantren secara tekstual saja, tidak dikaji lebih dalam. Kiai dan Ustad di Pondok Pesantren milik keluarga Anissa mengajarkan bahwa derajad kaum laki-laki lebih tinggi dari kaum perempuan. Kaum laki-laki boleh melakukan apa pun yang diinginkannya dan menempuh pendidikan setinggi apa pun, namun kaum perempuan hanya diperkenankan melakukan pekerjaan rumah tangga dan menuruti perintah suaminya.
            System patriarki dan ketidaksetaraan gender sangat terlihat dalam film ini. Dimana posisi laki-laki selalu lebih tinggi daripada perempuan, laki-laki selalu diutamakan. Contohnya ketika kedua kakak laki-laki Anissa diperbolehkan belajar menunggangi kuda, tetapi Anissa dilarang oleh kedua orang tuanya dengan alasan perempuan seharusnya bertingkah halus  dan sopan. Kemudian setiap keputusan rumah tangga berada di tangan Ayah Anissa, seperti perjodohan Anissa dengan Samsudin, anak dari teman Ayah Anissa yang notabenenya adalah pemilik Pondok Pesantren besar yang sering memberikan bantuan kepada Pondok Pesantren milik keluarga Anissa. Anissa harus menerima perjodohan itu meskipun tidak didasari dengan rasa suka, karena sudahh menjadi adat bahwa anak perempuan harus selalu mentaati perintah Ayahnya. Meskipun Ibu Anissa kurang setuju dengan perjodohan itu tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena tugasnya hanya mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

0 komentar:

Posting Komentar