Film
ini berlatar pada tahun 1900-an. Anissa adalah seorang anak dari Kiai pemilik sebuah
Pondok Pesantren salafiyah. Sejak kecil ia dididik dan diajarkan pendidikan
agama yang kolot dan tidak menerima pembaharuan, tentang bagaimana posisi
perempuan dalam agama Islam yang ternyata dipahami oleh Kiai dan Ustad-ustad di
Pondok Pesantren secara tekstual saja, tidak dikaji lebih dalam. Kiai dan Ustad
di Pondok Pesantren milik keluarga Anissa mengajarkan bahwa derajad kaum
laki-laki lebih tinggi dari kaum perempuan. Kaum laki-laki boleh melakukan apa
pun yang diinginkannya dan menempuh pendidikan setinggi apa pun, namun kaum
perempuan hanya diperkenankan melakukan pekerjaan rumah tangga dan menuruti
perintah suaminya.
System patriarki dan ketidaksetaraan
gender sangat terlihat dalam film ini. Dimana posisi laki-laki selalu lebih
tinggi daripada perempuan, laki-laki selalu diutamakan. Contohnya ketika kedua
kakak laki-laki Anissa diperbolehkan belajar menunggangi kuda, tetapi Anissa
dilarang oleh kedua orang tuanya dengan alasan perempuan seharusnya bertingkah
halus dan sopan. Kemudian setiap keputusan
rumah tangga berada di tangan Ayah Anissa, seperti perjodohan Anissa dengan
Samsudin, anak dari teman Ayah Anissa yang notabenenya adalah pemilik Pondok
Pesantren besar yang sering memberikan bantuan kepada Pondok Pesantren milik
keluarga Anissa. Anissa harus menerima perjodohan itu meskipun tidak didasari
dengan rasa suka, karena sudahh menjadi adat bahwa anak perempuan harus selalu
mentaati perintah Ayahnya. Meskipun Ibu Anissa kurang setuju dengan perjodohan
itu tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, karena tugasnya hanya mengerjakan
pekerjaan rumah tangga.
0 komentar:
Posting Komentar