Pages


widget

Kamis, 11 September 2014

Analisis Film "The Help" Diakitkan Dengan Struktur dan Pranata Sosial dalam Fim

Film The Help menceritakan tentang hubungan antara warga kulit putih dengan warga kulit hitam pada tahun 1960-an, tepatnya berada di Kota Jackson, Ibu Kota Negara Bagian Missisipi. Pada saat itu terdapat isu kental mengenai rasisme, sehingga memunculkan diskriminasi ras yang dilakukan oleh majikan (orang kulit putih) terhadap pembantu-pembantunya (orang kulit hitam). Diskriminasi yang terjadi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk diskriminasi individu, tapi juga diskriminasi institusi, seperti pada pelayanan kesehetan, pemisahan tempat antara kulit putih dan kulit hitam, serta layanan publik lainnya. Tidak ada orang kulit putih yang boleh dirawat di bangsal atau kamar dimana orang negro ditempatkan. Buku tidak boleh ditukar antara sekolah kulit putih dan kulit berwarna.
            Diskriminasi sering kali merupakan hasil dari suatu sikap yang disebut sebagai prasangka, sejenis penilaian tanpa pembuktian yang biasanya bersifat negaif[1]. Adanya prasangka bahwa orang kulit hitam memiliki penyakit yang berbeda dan bisa menularkan penyakitnya kepada orang kulit putih, membuat sebuah kelompok sosial bernama Club Bridge memiliki gagasan untuk memisahkan toilet orang kulit putih dengan orang kulit hitam. Club Bridge merupakan suatu kelompok sosial yang memiliki kegiatan penggalangan dana untuk amal dan sebagainya. Kelompok sosial Club Bridge diklasifikasikan kedalam kelompok sosial informal, karena kelompok sosial ini tidak memiliki struktur organisasi yang terstruktur dan pasti, terbentuknya berdasarkan pertemuan yang berulang-ulang karena memiliki kepentingan atau pengalaman yang sama[2].
            Dari film The Help dapat dianalisis bagaimana strukur dan pranata sosial yang ada pada masyarakat Jackson. Masyarakat kulit hitam atau berwarna dianggap memiliki stratifikasi yang lebih rendah daripada masyarakat kulit putih. Semua keputusan dan kendali dipegang oleh orang-orang kulit putih. Orang-orang kulit putih mengendalikan pemerintahan, hukum, kebijakan dan kehidupan orang-orang kulit hitam. Orang kulit hitam dianggap memiliki penyakit yang berbeda dengan orang kulit putih dan bisa menularkannya, ditambah lagi dengan fakta bahwa sebagian besar orang kulit hitam berada pada kelas sosial yang rendah yang berkerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh dan bekerja kepada orang-orang kulit putih. Bukan hanya warga kulit putih di kota Jackson yang melakukan diskriminasi dan menganggap stratifikasi sosial orang kulit hitam lebih rendah, namun pemerintah setempat juga melakukannya, dengan dibuatnya undang-undang yang berbunyi “siapapun yang mencelah, menerbitkan, atau menyebarkan tulisan prihal mendorong publik untuk menerima kesetaraan antara kulit putih dan negro akan dihukum”, hal ini membuktikan bahwa diskriminasi ras ada pada setiap lapisan masyarakat.
Perlakuan orang-orang kulit putih bukan hanya dalam bentuk diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil dalam berbagai hal, tapi orang kulit putih juga melakukan genosida (upaya penghancuran suatu kelompok berdasarkan rasa tau etnis), tindakan ini dilakukan oleh  sebuah kelompok  bernama KKK (Ku Klux Klan). Meskipun KKK merupakan organisasi illegal, namun KKK merupakan suatu kekuatan politik yang sangat berkuasa di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. KKK membuat kerusuhan dan pembunuh terhadap orang kulit hitam yang tidak bersalah. Tindakan yang dilakukan KKK ini merupakan hasil dari adat istiadat atau kebudayaan yang diciptakan oleh generasi-generasi mereka sebelumnya yang berkeyakinan bahwa orang kulit putih adalah ras yang paling tinggi derajadnya. KKK bukan hanya pembunuhan terhadap orang kulit hitam, namun juga kepada orang-orang kulit putih yang memberikan perlindungan kepada orang kulit hitam, atau ras lain dan agama lain yang berbeda dengan mereka.
Dari sektor ekonomi  warga kota Jackson bekerja di bidang pertanian dan industri. Dilihat dari banyaknya perkebunan yang menjadi setting tempat dari film tersebut, juga terlihat sudah ada gedung-gedung bertingkat. Orang-orang kulit hitam, khususnya laki-laki bekerja di sector pertanian atau perkebunan, misalnya perkebunan kapas. Orang-orang kulit hitam bekerja pada orang-orang kulit putih pemilik perkebunan tersebut. Sementara perempuan-perempuan kulit hitam bekerja menjadi pembantu rumah tangga yang kemungkinan tergabung kedalam sebuah instansi penyedia jasa pembantu rumah tangga, dapat diketahui dari seragam kerja yang sama yang mereka kenakan sehari-hari. Orang-orang kulit putih bekerja di sector industri, seperti Eugenia “Skeeter” Phelan yang bekerja di Surat Kabar Jackson, atau tokoh-tokoh lain dalam film  tersebut yang memakai pakaian kerja yang rapi yang menggambarkan bahwa mereka bekerja di kantor atau di sektor industri lain.  
            Durkheim menunjukkan arti ikatan sosial dengan mengamati perubahan-perubahan, salah satunya  dalam agama[3]. Agama adalah cara masyarakat mengungkapkan dirinya di dalam bentuk fakta sosial nonmaterial. Durkheim memberikan definisi mengenai agama sebagai berikut: suatu agama adalah suatu system terpadu kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik yang menyatukan semua penganutnya ke dalam satu komunitas moral tunggal yang disebut gereja[4]. Dalam film The Help terdapat sebuah pranata agama, yaitu gereja yang dipimpin oleh Pendeta Green, yang pada hari tertentu melakukan khotbah di depan jemaat-jemaatnya, orang-orang kulit hitam. Para jemaat di gereja memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Dalam teori Durkheim, hal ini disebut dengan solidaritas mekanik. Mereka saling mengenal dan mendukung satu sama lain. Terlihat dari upaya mereka bersama Eugenia “Skeeter” Phelan dalam menyusun buku yang  menceritakan tentang perlakuan majikan-majikan mereka, setelah salah satu teman mereka mendapat perlakuan yang tidak adil oleh majikannya. Di sini gereja berfungsi sebagai tempat dimana orang-orang kulit hitam berkumpul untuk memperoleh pedoman hidup dan sebagai sosial kontrol atas tindakan-tindakan jemaatnya. Gereja tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun lebih dari itu, gereja menumbuhkan solidaritas yang kuat di antara para jemaatnya. Melalui pertemuan-pertemuan di gereja, mereka menjadi saling mengenal dan saling mengasihi satu sama lain. Para jemaat gereja memiliki ikatan batin yang sangat kuat.
Namun tidak semua orang kulit putih membenci dan memusuhi orang kulit hitam. Ada beberapa tokoh, sebut saja Eugenia “Skeeter”  Phelan dan Celia Foote yang memiliki hubungan baik dengan orang-orang kulit putih. Mereka mau hidup berdampingan dengan orang kulit hitam, karena pada dasarnya orang kulit putih dan kulit hitam saling bergantung satu sama lain. Skeeter pernah memiliki seorang pembantu yang sangat menyayanginya bernama Constantine, begitu pula Constantine yang sangat menyayangi Skeeter. Juga ada pula majikan yang rela membeli perkebunan hanya untuk memudahkan jalan bagi pembantunya untuk sampai ke tempat kerja lebih cepat. Setelah diterbitkannya buku Skeeter yang berjudul The Help yang menceritakan sisi lain dari kehidupan para pembantu, akhirnya mampu merubah sedikit pandangan mengenai orang-orang kulit hitam. Orang-orang mulai tahu dan mengerti tentang banyak perlakuan diskriminasi yang didapat oleh para pembantu.

Daftar Pustaka:
Henslin, James M., 2006, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Plummer, Ken, 2011, Sosiologi The Basics, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ritzer, George, 2012, Teori Sosiologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta



[1] Henslin, James, H., 2006, Sosiologi dengan Pendektan Membumi, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 9
[2] Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 123
[3] Plummer, Ken, 2011, Sosiologi The Basics, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 103
[4] Ritzer, George, 2012, Teori Sosiologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 170

0 komentar:

Posting Komentar