Film The Help
menceritakan tentang hubungan antara warga kulit putih dengan warga kulit hitam
pada tahun 1960-an, tepatnya berada di Kota Jackson, Ibu Kota Negara Bagian
Missisipi. Pada saat itu terdapat isu kental mengenai rasisme, sehingga
memunculkan diskriminasi ras yang dilakukan oleh majikan (orang kulit putih)
terhadap pembantu-pembantunya (orang kulit hitam). Diskriminasi yang terjadi
tidak hanya diwujudkan dalam bentuk diskriminasi individu, tapi juga
diskriminasi institusi, seperti pada pelayanan kesehetan, pemisahan tempat
antara kulit putih dan kulit hitam, serta layanan publik lainnya. Tidak ada
orang kulit putih yang boleh dirawat di bangsal atau kamar dimana orang negro
ditempatkan. Buku tidak boleh ditukar antara sekolah kulit putih dan kulit
berwarna.
Diskriminasi sering kali merupakan
hasil dari suatu sikap yang disebut sebagai prasangka, sejenis penilaian tanpa
pembuktian yang biasanya bersifat negaif[1].
Adanya prasangka bahwa orang kulit hitam memiliki penyakit yang berbeda dan
bisa menularkan penyakitnya kepada orang kulit putih, membuat sebuah kelompok
sosial bernama Club Bridge memiliki
gagasan untuk memisahkan toilet orang kulit putih dengan orang kulit hitam. Club Bridge merupakan suatu kelompok
sosial yang memiliki kegiatan penggalangan dana untuk amal dan sebagainya.
Kelompok sosial Club Bridge diklasifikasikan
kedalam kelompok sosial informal, karena kelompok sosial ini tidak memiliki
struktur organisasi yang terstruktur dan pasti, terbentuknya berdasarkan
pertemuan yang berulang-ulang karena memiliki kepentingan atau pengalaman yang
sama[2].
Dari film The Help dapat dianalisis
bagaimana strukur dan pranata sosial yang ada pada masyarakat Jackson.
Masyarakat kulit hitam atau berwarna dianggap memiliki stratifikasi yang lebih
rendah daripada masyarakat kulit putih. Semua keputusan dan kendali dipegang
oleh orang-orang kulit putih. Orang-orang kulit putih mengendalikan
pemerintahan, hukum, kebijakan dan kehidupan orang-orang kulit hitam. Orang
kulit hitam dianggap memiliki penyakit yang berbeda dengan orang kulit putih
dan bisa menularkannya, ditambah lagi dengan fakta bahwa sebagian besar orang
kulit hitam berada pada kelas sosial yang rendah yang berkerja sebagai pembantu
rumah tangga atau buruh dan bekerja kepada orang-orang kulit putih. Bukan hanya
warga kulit putih di kota Jackson yang melakukan diskriminasi dan menganggap
stratifikasi sosial orang kulit hitam lebih rendah, namun pemerintah setempat
juga melakukannya, dengan dibuatnya undang-undang yang berbunyi “siapapun yang
mencelah, menerbitkan, atau menyebarkan tulisan prihal mendorong publik untuk
menerima kesetaraan antara kulit putih dan negro akan dihukum”, hal ini
membuktikan bahwa diskriminasi ras ada pada setiap lapisan masyarakat.
Perlakuan
orang-orang kulit putih bukan hanya dalam bentuk diskriminasi atau perlakuan
yang tidak adil dalam berbagai hal, tapi orang kulit putih juga melakukan
genosida (upaya penghancuran suatu kelompok berdasarkan rasa tau etnis),
tindakan ini dilakukan oleh sebuah kelompok
bernama KKK (Ku Klux Klan). Meskipun KKK
merupakan organisasi illegal, namun KKK merupakan suatu kekuatan politik yang
sangat berkuasa di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. KKK membuat kerusuhan
dan pembunuh terhadap orang kulit hitam yang tidak bersalah. Tindakan yang
dilakukan KKK ini merupakan hasil dari adat istiadat atau kebudayaan yang
diciptakan oleh generasi-generasi mereka sebelumnya yang berkeyakinan bahwa
orang kulit putih adalah ras yang paling tinggi derajadnya. KKK bukan hanya
pembunuhan terhadap orang kulit hitam, namun juga kepada orang-orang kulit
putih yang memberikan perlindungan kepada orang kulit hitam, atau ras lain dan
agama lain yang berbeda dengan mereka.
Dari sektor
ekonomi warga kota Jackson bekerja di
bidang pertanian dan industri. Dilihat dari banyaknya perkebunan yang menjadi
setting tempat dari film tersebut, juga terlihat sudah ada gedung-gedung bertingkat.
Orang-orang kulit hitam, khususnya laki-laki bekerja di sector pertanian atau
perkebunan, misalnya perkebunan kapas. Orang-orang kulit hitam bekerja pada
orang-orang kulit putih pemilik perkebunan tersebut. Sementara
perempuan-perempuan kulit hitam bekerja menjadi pembantu rumah tangga yang
kemungkinan tergabung kedalam sebuah instansi penyedia jasa pembantu rumah
tangga, dapat diketahui dari seragam kerja yang sama yang mereka kenakan
sehari-hari. Orang-orang kulit putih bekerja di sector industri, seperti
Eugenia “Skeeter” Phelan yang bekerja di Surat Kabar Jackson, atau tokoh-tokoh
lain dalam film tersebut yang memakai
pakaian kerja yang rapi yang menggambarkan bahwa mereka bekerja di kantor atau
di sektor industri lain.
Durkheim menunjukkan arti ikatan
sosial dengan mengamati perubahan-perubahan, salah satunya dalam agama[3].
Agama adalah cara masyarakat mengungkapkan dirinya di dalam bentuk fakta sosial
nonmaterial. Durkheim memberikan definisi mengenai agama sebagai berikut: suatu
agama adalah suatu system terpadu kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik
yang menyatukan semua penganutnya ke dalam satu komunitas moral tunggal yang
disebut gereja[4].
Dalam film The Help terdapat sebuah pranata agama, yaitu gereja yang dipimpin
oleh Pendeta Green, yang pada hari tertentu melakukan khotbah di depan
jemaat-jemaatnya, orang-orang kulit hitam. Para jemaat di gereja memiliki
ikatan batin yang sangat kuat. Dalam teori Durkheim, hal ini disebut dengan
solidaritas mekanik. Mereka saling mengenal dan mendukung satu sama lain.
Terlihat dari upaya mereka bersama Eugenia “Skeeter” Phelan dalam menyusun buku
yang menceritakan tentang perlakuan
majikan-majikan mereka, setelah salah satu teman mereka mendapat perlakuan yang
tidak adil oleh majikannya. Di sini gereja berfungsi sebagai tempat dimana
orang-orang kulit hitam berkumpul untuk memperoleh pedoman hidup dan sebagai
sosial kontrol atas tindakan-tindakan jemaatnya. Gereja tidak hanya berfungsi
sebagai tempat ibadah, namun lebih dari itu, gereja menumbuhkan solidaritas
yang kuat di antara para jemaatnya. Melalui pertemuan-pertemuan di gereja,
mereka menjadi saling mengenal dan saling mengasihi satu sama lain. Para jemaat
gereja memiliki ikatan batin yang sangat kuat.
Namun tidak
semua orang kulit putih membenci dan memusuhi orang kulit hitam. Ada beberapa
tokoh, sebut saja Eugenia “Skeeter”
Phelan dan Celia Foote yang memiliki hubungan baik dengan orang-orang
kulit putih. Mereka mau hidup berdampingan dengan orang kulit hitam, karena
pada dasarnya orang kulit putih dan kulit hitam saling bergantung satu sama
lain. Skeeter pernah memiliki seorang pembantu yang sangat menyayanginya
bernama Constantine, begitu pula Constantine yang sangat menyayangi Skeeter.
Juga ada pula majikan yang rela membeli perkebunan hanya untuk memudahkan jalan
bagi pembantunya untuk sampai ke tempat kerja lebih cepat. Setelah
diterbitkannya buku Skeeter yang berjudul The Help yang menceritakan sisi lain
dari kehidupan para pembantu, akhirnya mampu merubah sedikit pandangan mengenai
orang-orang kulit hitam. Orang-orang mulai tahu dan mengerti tentang banyak
perlakuan diskriminasi yang didapat oleh para pembantu.
Daftar Pustaka:
Henslin, James
M., 2006, Sosiologi dengan Pendekatan
Membumi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Plummer, Ken,
2011, Sosiologi The Basics, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Ritzer, George,
2012, Teori Sosiologi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta
Soekanto,
Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu
Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
[1]
Henslin, James, H., 2006, Sosiologi
dengan Pendektan Membumi, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 9
[2]
Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu
Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 123
[3]
Plummer, Ken, 2011, Sosiologi The Basics,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 103
[4]
Ritzer, George, 2012, Teori Sosiologi, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, hal. 170
0 komentar:
Posting Komentar