BAB 1
PENDAHULUAN
Menurut
Abraham Lincoln, demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Maksudnya adalah bahwa konsep pemerintahan yang ada dalam Negara
demokrasi, lebih mementingkan kepentingan rakyat daripada kepentingan golongan.
Negara demokrasi menghendaki adanya persamaan hak dan kewajiban bagi semua
individu, sehinggat tidak ada yang ditinggikan dan tidak ada yang direndahkan.
Sejak
Negara Indonesia merdeka, Indonesia telah menganut beberapa system demokrasi. Pada
masa pemerintahan revolusi kemerdekaan, demokrasi di Indonesi baru terbatas
pada interaksi politik di parlemen dan berfungsinya pers yang mendukung
kemerdekaan. Pada tahun 1945-1959, Indonesia menganut demokrasi parlementer.
Pada masa orde lama, muncul demokrasi terpimpin sebagai system demokrasi yang
dianut di Indonesia. Pada masa orde baru, pemerintahan Soeharto menganut system
demokrasi pancasila, dengan klaim bahwa system demokrasi ini yang paling sesuai
dengan iddeologi Negara Indonesia. Sementara pada era reformasi, Indonesia
tetap menggunakan system demokrasi pancasila namun dengan karakteristik yang
berbeda dengan masa orde baru.
Selain
beberapa jenis demokrasi yang pernag digunakan Indonesia, yang telah disebutkan
di atas, ada lagi suatu bentuk demokrasi yang bernama demokrasi permusyawaratan
(demokrasi deliberatif). Demokrasi ini dalam penerapannya melalui proses
musyawarah dan tidak memusatkan diri pada penyusunan daftar aturan-aturan
tertentu, melainkan pada prosedur untuk menghasilkan aturan-aturan itu.
Demokrasi permusyawaratan meminati persoalan kesahihan keputusan-keputusan
kolektif, yaitu menjelaskan arti control demokratis melalui opini public. Seperti
dalam menentukan kebijakan politik, termasuk penetapan anggaran Pilkada.
Anggaran
Pilkada seharusnya juga melalui proses musyawarah, agar diadakannya Pilkada itu
mencerminkan proses demokrasi yang sudah dilakukan sejak awal, yaitu mulai dari
penyususnan acara Pilkada, penetapan anggaran, sampai proses berlangsungnya Pilkada tersebut. Tujuan
diadakannya Pilkada adalah untuk menciptakan pemerintahan yang demokrasi, maka
dari itu proses-proses yang berlangsung selama Pilkada juga harus dilakukan
secara demokratis.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Filsafat Demokrasi (Hakikat Demokrasi)
Setelah
keruntuhan Negara-negara di Yunani Kuno, baru pada abad ke 18 mauncul kembali
masyarakat yang dapat disebut sebagai demkrokratis, sebuah jeda lebih dari dua
ribu tahun lamanya. Yang pertama adalah Amerika Serikat, yang didirikan pada
tahun 1776. Tiga belas tahun kemudian, Revolusi Perancis pada tahun 1789 memicu
penyebarluasan ide-ide serupa di seluruh Eropa. Sejak saat itu dimulailah
proses demokratisasi dalam arti modern. Ide-ide memainkan peran yang sangat
penting dalam perkembangan ini, terutama mengenai bagaimana memadukan kebebasan
individu dengan kesetaraan sosial, serta bagaimana pula kita dapat mencapainya
serayamengupayakan masyarakat yang teratur dan kemakmuran ekonomi.
Persoalan-persoalan seperti itu mendominasi filsafat politik.
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “demos”
dan “cratos”. Demos artinya penduduk dan kratos
artinya kekuasaan. oleh karena itu, demokrasi dapat diartikan ‘kekuasaan
ada di tangan rakyat’. Dalam system demokrasi, rakyat adalah yang berkuasa dan
paling berdaulat. Pemerintah atau pemimpin bangsa, tidak bisa menjalankan
program apa pun yang bertentangan dengan aspirasi atau kehendak rakyat.
Demokrasi sesuai apabila diterapkan di Negara yang berdaulat, seperti
Indonesia. Gus Dur, dalam pidato pertamanya seusai pengucapan sumpah Presiden,
menegaskan bahwa hanya yang memahami hakikat demokrasilah yang dapat memelihara
dan menegakkan demokrasi. Hakikat demokrasi yang mendahulukan kepentingan dan
kebaikan bersama, dapat dicapai dengan syarat adanya pembagian kekuasaan
(desentralisasi) dan organisasi yang kental. Nilai kebebasan berpendapat
dijamin oleh hukum.
2.2
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Demokrasi
dilihat sebagai arus naik dan turun. Mulai tahun 1776-an, sampai puncaknya
tahun 1922 terjadi arus naik, yaitu demokrasi Amerika, Perancis, Jerman,
Inggris, Italia. Tetapi sejak 1922
kemudian terjadi penurunan seperti Stalinisme, Fasisme dan sebagainya
sampai 1945. Dari tahun 1945 sampai dengan 1958 terjadi kenaikna demokrasi
termasuk di Indonesia yaitu demokrasi parlementer. Tahun 1968 sampai dengan
1970 terjadi arus turun lagi yang menuju birokratik otoritarisme antara lain
juga Indonesia, Pakistan, Burma, Brazil, Argrntina dan sebagainya. Tahun 1980
sampai 1990 naik lagi dari Eropa Selatan, misalnya Yunani dari otoriter menjadi
demokrasi, juga Spanyol, Portugal, dan sebagainya. Di Amerika Latin yang
terkenal dictator dan kudeta mulai ada proses demokrasi seperti Brazil dan
Argentina. Di Asia seperti Philipina, Thailand sebelum kudeta terkahir, juga
Eropa Timur seperti Soviet, Rusia.
2.3
Demokrasi Desa, Islam dan Barat: Komponen Demokrasi
Indonesia
Di
Indonesia di dalam “pemerintahan desa” dikenal adanya demokrasi secara
langsung. Di desa-desa seperti di Jawa Tengah misalnya, dikenal adanya lembaga
“selapanan” yaitu rapat desa yang diadakan pada setiap hari dengan pasaran
tertentu (misalnya Senen-pon, Selasa-wage, Rebo-kliwon dan sebagainya.
Masing-masing desa memiliki hari pasaran sendiri-sendiri). Di dalam rapat
selapan ini setiap penduduk (
warga) desa pada asasnya diperkenankan menghadiri untuk membicarakan masalah-masalah pemerintah desa. Rupa-rupanya pada saat-saat terakhir lembaga ini sering-sering sudah tidak lagi dipergunakan.
warga) desa pada asasnya diperkenankan menghadiri untuk membicarakan masalah-masalah pemerintah desa. Rupa-rupanya pada saat-saat terakhir lembaga ini sering-sering sudah tidak lagi dipergunakan.
Hubungan
antara islam dan demokrasi biasanya merujuk pada konsep musyawarah dan
sebagainya. Padahal mungkin ada konsep lain yang sebenarnya lebih dekat
dengan mekanisme demokrasi. Salah
satunya adalah dalam episode ketika Tuhan
menciptakan manusia bermusyawarah dengan malaikat. Tapi yang perlu
dicatat bahwa dalam konsep kekhalifahan manusia, yang paling implicit di
dalamnya adalah adanya konsep yang diperankan oleh iblis. Iblis menolak sama
sekali kekhalifahan manusia, alasannya karena iblis diciptakan dari api
sedangkan manusia dari saripati tanah. Di sini implicit bahwa di dalam konsep
kekhalifahan, ada konsep oposisi yang ditolerir.
Kalau
bicara yang lebih konkrit, bukan dari segi etika dan moral tetapi bagaimana
umat islam hubungannya dengan demokrasi. Di kalangan ahli banyak dibahas
bagaimana terjadi proses naik turun di dalam demokrsi. Dulu ada perdebatan
bahwa demokrasi bisa muncul kalau ekonominya baik. Tapi, belakangan diketahui
bahwa bahwa Negara yang pendapatannya sudah tinggi pun tidak tampak adanya kans
demokrasi. Argument kedua bersangkutan dengan struktur sosialnya. Argument lain
yang sering kita dengar adalah argument kebudayaan. Negara-negara yang
mula-mula mengambil demokrasi dalam kenyataanya memang beragama protestan.
Maka, kebudayaan seperti di Indonesia yang gotong royong , paternalism,
musyawarah mufakat, melahirkan demokrasinya sendiri yang dianggap sebagai
pengejawantahan kebudayaan. Dalam hal ini ada dua model demokrasi, yaitu model
keluarga, musyawarah dalam member kata terakhir dan model pemerintahan desa
yang komunal, gotong royong.
Sementara
bukti adanya demokrasi yang terjadi di Barat, seperti Perancis adalah bahwa
masalah yang harus diselesaikan bukanlah hal perpecahan yang selalu ada dalam
masyarakat Perancis, dan bukan masalah perjuangan kelas. Bangsa Perancis akan
tetap terpecah belah di dalam berbagai ideology. Tetapi dari contoh yang
terjadi dalam demokrasi industry lainnya, peningkatan telah menguntungkan
perkembangan kelompok pusat yang besar, yang memang sudah merupakan mayoriyas
yang berciri khusus dalam sikap, cara hidup, pendidikan, media massa,
kebudayaan dan aspirasi-aspirasinya yang cenderung menjadi
homogeny.pengintegrasian masyarakat Perancis secara bertahap dimudahkan oleh
pengadaan keadilan yang lebih luas, tetapi bukan berarti perjuangan melawan
kesengsaraan, kecacatan, penganakemasan dan ketidakmerataan kesempatan budaya,
menentukan jalan yang harus ditempuh. Masyarakat bertujuan memajukan
pribadi-pribadi, maka organisasi masyarakat yang kolektif, yang jelas
bertentangan dengan efektifitas, akan bertentangan juga dengan
aspirasi-aspirasi rakyat.
2.4
Demokrasi Permusyawaratan (Demokrasi Deliberatif)
Secara
etimologis, deliberative berasal dari kata deliberation,
yang berarti konsultasi atau menimbang-nimbang, atau menurut kosa kata
politis “musyawarah”. Demokrasi, menurut Habermas, harus memiliki dimensi
deliberatif. Proses deliberative terjadi jika suatu kebijakan public yang akan
disahkan harus dimurnikan dahulu dalam konteks diskursus publik. Budi Hardiman,
dalam salah satu artikelnya tentang Habermas pada majalah Basis, menulis, “Demokrasi
bersifat deliberative jika proses pemberian suatu alasan atas suatu kandidat
kebijakan public diuji lebih dahulu lewat konsultasi public atau lewat dalam
kosakata Habermas diskursus publik”. Teori demokrasi deliberative tidak
memusatkan diri pada penyususnan daftar aturan-aturan tertentu yang menunjukkan
apa yang harus dilakukan oleh warga Negara, melainkan pada prosedur untuk
menghasilkan aturan-aturan itu.
Demokrasi liberatif
meminati persoalan kesahihan keputusan-keputusan kolektif., yaitu menjelaskan
arti control demokratis melalui opini publik. Demokrasi deliberative mengacu
pada prosedur formasi opini dan aspirasi secara demokratis.
BAB III
STUDI KASUS
Anggaran Pilkada Kota Tangerang ditetapkan sebesar Rp 70 M
Merdeka.com - Anggaran
untuk Pilkada Kota Tangerang pada 2013 ini disiapkan oleh Pemkot Tangerang
sebesar Rp 70 miliar. Hal itu dikatakan oleh Sekda Kota Tangerang, Harry Mulya
Zein atau yang biasa dipanggil HMZ.
"Total secara
keseluruhan sebesar Rp 70 miliar untuk Pilkada Kota Tangerang," ujar HMZ
di Tangerang, Selasa (29/1).
Sekda mengatakan,
anggaran Rp 70 miliar itu dibagi untuk penggunaan di Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Kota Tangerang, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan sentra Gerakan
Hukum Terpadu (Gakumdu).
"Di antaranya Rp 4
miliar untuk Panwaslu, Rp 4 miliar untuk Gakumdu dan sekitar Rp 60 miliar untuk
KPU. Anggaran tersebut digunakan untuk dua putaran," ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPU
Kota Tangerang Syafril Elain mengatakan, pihaknya diberi anggaran tersebut akan
menerima saja. "KPU Kota Tangerang untuk Pilkada diberi Rp 60 miliar untuk
dua putaran," jelasnya.
Untuk diketahui Kota
Tangerang akan digelar Pemilihan wali kota/wakil wali kota pada September 2013
mendatang. Jumlah kecamatan yang ada di Kota Tangerang sebanyak 13 kecamatan,
sedangkan jumlah kelurahan sebanyak 104 kelurahan.
Dahulu Kota Tangerang
merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tangerang. Kemudian kini ditingkatkan
menjadi kota administratif dan akhirnya ditetapkan sebagai 'kotamadya' diganti
dengan kota pada 2001. Kota yang lahir pada 28 Februari 1993 itu berada di
dalam Provinsi Banten ini juga merupakan kota terbesar di Provinsi Banten.
[hhw]
BAB IV
ANALISIS
Pilkada di Kota Tanggerang dilaksanakan pada September 2013. Kota
Tanggerang memiliki 13 kecamatan dan 104 kelurahan. Penetapan
anggaran Pilkada Kota Tanggerang senilai Rp. 70 M, bisa dikatakan sebagai
terealisasinya demokrasi permusyawaratan. Penetapan anggaran Pilkada telah
melalui berbagai pertimbangan, dimana sejumlah anggaran tersebut digunakan
untuk kepentingan bersama, yakni kepentingan pelaksanaan Pemilu. Tujuan diadakannya
Pemilu adalah untuk pelembagaan demokrasi dan pembangunan kembali kohesi sosial
yang telah retak yang disebabkan oleh terjadinya tarik-menarik dukungan dan
penolakan antara berbagai kelompok sosial dan masyarakat. Pemilu memiliki makna
pelantikan pemerintahan baru atau rezim demokratik yang menggantikan pemerintah
otoriter yang telah tumbang. Pemilu merupakan perwujudan dari konsoplidasi
system demokrasi.
Penetapan
anggaran Pemilu sudah melalui kesepakatan dan pertimbangan bersama. Kesepakatan
dan pertimbangan itu dilakukan demi terselenggarnya Pemilu secara efektif agar
sesuai dengan diadakannya Pemilu. Anggaran Rp 70 miliar itu
dibagi untuk penggunaan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang, Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan sentra Gerakan Hukum Terpadu (Gakumdu). Di
antaranya Rp 4 miliar untuk Panwaslu, Rp 4 miliar untuk Gakumdu dan sekitar Rp 60
miliar untuk KPU. Anggaran tersebut digunakan untuk dua putaran. Jumlah
kecamatan yang ada di Kota Tangerang sebanyak 13 kecamatan, sedangkan jumlah
kelurahan sebanyak 104 kelurahan. Sehingga, anggaran senilai Rp. 70 M dirasa
sudah sesuai.
Namun, yang menjadi pertanyaan
sekarang, apakah anggaran sebesar Rp. 70 M tidak terlalu besar jika ke belakang
bahwa kebutuhan dan rencana daerah bukan hanya soal Pemilu. Ada kebutuhan dan
ada rencana lain yang harus dilakukan oleh daerah. Seperti pembangunan dan lain
sebagainya. Anggaran senilai Rp. 70 M memang diperlukan demi terselenggaranya
Pilkada, namun, perlu dipertimbangkan kembali menyangkut kebutuhan lain yang
harus dipenuhi pemerintah daerah. Jangan sampai dengan anggaran Pilkada yang
besar, justru menjadi penghambat bagi pembangunan daerah, sehingga wilayah kota
menjadi tidak bisa berkembang. Dan dengan dikucurkannya dana Pilkada sebesar
Rp. 70 M, diharapkan Pilkada bisa berjalan secara lancar dan demokratis, agar
dana yang telah diberikan tidak terbuang sia-sia.
BAB V
KESIMPULAN
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata “demos”
dan “cratos”. Demos artinya penduduk dan kratos
artinya kekuasaan. oleh karena itu, demokrasi dapat diartikan ‘kekuasaan
ada di tangan rakyat’. Dalam system demokrasi, rakyat adalah yang berkuasa dan
paling berdaulat. Di Indonesia di dalam “pemerintahan desa” dikenal adanya
demokrasi secara langsung. Di desa-desa seperti di Jawa Tengah misalnya,
dikenal adanya lembaga “selapanan” yaitu rapat desa yang diadakan pada setiap
hari dengan pasaran tertentu. Di dalam rapat selapan ini, setiap penduduk desa
diperekenankan menghadiri untuk
membicarakan masalah-masalah desa. Sementara hubungan antara islam dan
demokrasi biasanya merujuk pada konsep musyawarah dan sebagainya. Kebudayaan seperti
di Indonesia yang gotong royong , paternalism, musyawarah mufakat, melahirkan
demokrasinya sendiri yang dianggap sebagai pengejawantahan kebudayaan. Dalam
hal ini ada dua model demokrasi, yaitu model keluarga, musyawarah dalam member
kata terakhir dan model pemerintahan desa yang komunal, gotong royong. Sementara
bukti adanya demokrasi yang terjadi di Barat, seperti Perancis adalah bahwa
masalah yang harus diselesaikan bukanlah hal perpecahan yang selalu ada dalam
masyarakat Perancis, dan bukan masalah perjuangan kelas. Bangsa Perancis akan
tetap terpecah belah di dalam berbagai ideology. Tetapi dari contoh yang
terjadi dalam demokrasi industry lainnya, peningkatan telah menguntungkan
perkembangan kelompok pusat yang besar, yang memang sudah merupakan mayoriyas
yang berciri khusus .
Pelaksanaan
Pilkada di Kota Tanggerang bisa dibilang sudah mencerminkan adanya demokrasi
permusyawaratan. Anggaran sebesar Rp. 70 M digunakan demi terselenggaranya
Pemilu yang efektif dan efisien serta mempermudah panitian Pemilu dalam
menjalankan Pemilu. Namun, dengan anggaran sebesar itu, diharapkan pemerintah
tidak melupakan kepentingan lain dari daerah, seperti rencana pembangunan
daerah dan perbaikan sarana prasarana umum, demi mensejahterakan masyarakat.
Jangan sampai dana yang dimiliki daerah hanya bisa terealisasi dalam bentuk
Pemilu. Pengadaan Pemilu memang sangat penting demi terselenggaranya
pemerintahan kota yang demokrasi, namun kesejahteraan masyarakat tetap harus
diutamakan.
DAFTAR
PUSTAKA
D’Estaing, V. Giscard, 1981, Demokrasi Perancis, UI-Press, Depok
Hardiman, F. Budi, 2009, Demokrasi Deliberatif, Kanisius, Yogyakarta
http://www.merdeka.com/politik/anggaran-pilkada-kota-tangerang-ditetapkan-sebesar-rp-70-m.html diakses pada 24 Desember 2014, pkl. 21:33
Iskandar, A. Muhaimin, 2004, Gus Dur yang Saya Kenal, PT. LKiS Pelangi,
Joeniarto, 1982, Demokrasi
dan Sistem Pemerintahan Negara, Bina Aksara, Jakarta
Magee, Bryan, 2008, The Story of Philosophy, Kanisius, Yogyakarta
Mariana, Dede dan Paskarina,
Caroliine, 2008, Demokrasi dan Politik
Desentralisasi, Graha Ilmu, Yogyakarta
Mahasin, Aswab, 2000, Menyemai Kultur Demokrasi, LP3ES, Jakarta
Murniati, A. Nunuk P., 2004, Getar Gender, Indonesia Tera, Magelang
Nurdiaman, Aa, Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan
Berbangsa dan Bernegara, PT. Grafindo Media Pratama, Bandung
Sahdani, Gregorius, 2004, Jalan Transisi Demokrasi, Pondok
Edukasi, Bantul
Wattimena, Rezza A. A, 2007, Melampaui Negara Hukum Klasik, Kanisius, Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar