Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Keith Hart
(1991) dengan
menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di
luar pasar tenaga yang terorganisasi.[1] Sektor informal dapat dibagi menjadi dua, yaitu sektor informal sah dan sektor informal tidak sah. Sektor informal sah meliputi: usaha pertanian, kontraktor bangunan, perumahan, transportasi, pedagang kaki lima, pengemis, dll. Sedangkan sektor informal tidak sah melipiti: perdagangan gelap, penyelundupan, pencurian, pelacuran, dll.s
menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di
luar pasar tenaga yang terorganisasi.[1] Sektor informal dapat dibagi menjadi dua, yaitu sektor informal sah dan sektor informal tidak sah. Sektor informal sah meliputi: usaha pertanian, kontraktor bangunan, perumahan, transportasi, pedagang kaki lima, pengemis, dll. Sedangkan sektor informal tidak sah melipiti: perdagangan gelap, penyelundupan, pencurian, pelacuran, dll.s
Dalam sektor ekonomi
informal, tidak ada lembaga yang menaunginya. Para pelaku sektor ekonomi
informal berkerja secara bebas tanpa terikat aturan apapun, sehingga pekerja ,
bebas keluar masuk pekerjaan karena tidak adanya kontrak yang mengikat, pekerja
juga tidak memiliki jaminan keselamatan kerja yang menjaminnya. Pola kegiatan
usaha yang dilakukan tidak teratur dan tidak terspesialisasi seperti pada
sektor ekonomi formal, sehingga seorang pekerja bisa melakukan beberapa
pekerjaan. Sektor ekonomi informal bersifat bebas dari campur tangan
pemerintah, dalam artian sektor ini tidak memperoleh bantuan dari pemerintah
dan menggunakan modal sendiri, sehingga modal yang dimiliki sektor ekonomi
informal tergolong rendah, dan penggunaan teknologinya pun masih sangat
sederhana. Karena sektor ini bersifat informal, maka dalam perekrutan pekerja
tidak membutuhkan pendidikan formal, anggota bisa berasal dari mana saja, baik
pekerja maupun keluarga sendiri. Karena modal awal yang digunakan tergolong
rendah, maka produksi barang yang dihasilkan hanya diperuntukkan bagi kelas
menengah ke bawah. Produk yang dihasilkan bisa berupa makanan ringan, makanan
khas suatu daerah, kerajinan tangan, dll.
Dalam prakteknya, sektor ekonomi
informal hanya bergantung pada modal sosial yang lebih dispesifikan menjadi
kepercayaan, jaringan dan norma. Jaringan tersebut erat kaitannya dengan
hubungan sosial yang terjalin antarpelaku ekonomi informal. Jaringan tersebut
adalah jaringan yang terdiri dari sejumlah kategori, misalnya perekrutan yang
didasarkan pada hubungan kekerabatan, etnis dan pertemanan. Kepercayaan
berhubungan dengan system pemasaran dan penjualan barang-barang produksi,
dimana pembeli percaya bahwa kualitas barang sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh penjual. Sedangkan moral dijadikan sebagai pedoman bagi pelaku ekonomi
untuk bertindak. Modal sosial tersebut menjadi alat perlindungan yang dapat
dipakai ketika industry mengalami masa sulit.
Salah satu kota yang memiliki banyak
sektor ekonomi informal di daerahnya adalah Kota atau Kabupaten Gresik. Gresik
memang bukan tempat yang cocok jika dijadikan daerah untuk pengembangan sektor
pertanian, meskipun ada beberapa wilayah yang memiliki tanah sangat subur, maka
dari itu untuk menopang perekonomian Gresik dijadikan Kota Industri, khususnya
industry perumahan. Sektor ekonomi informal yang sangat berpengaruh di
Kabupaten Gresik adalah sektor industry perumahan, seperti makanan khas dan
barang-barang kerajinan Kemunculan banyaknya sektor ekonomi informal industry
perumahan ini disebabkan karena banyaknya tempat wisata, terutama wisata religi
di Kabupaten Gresik. Sehingga peluang keberhasilan dalam penjualan hasil
produksi sangat besar, namun persaingannya pun tentunya juga cukup sulit,
karena banyaknya kemunculan industry perumahan tersebut. Dengan banyaknya
industry perumahan yang didirikan di Gresik, maka terdapat dampak yang
ditimbulkan dari industry tersebut. Dampak yang dirasakan adalah penyerapan
tenaga kerja yang sangat banyak sehingga membuka banyak lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar rumah produksi. Sektor usaha ini menggunakan teknologi yang
masih sangat sederhana, sehingga membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak.
Pendapatan pekerja dalam industry
perumahan memang tergolong rendah, tidak seperti pekerja pada sektor ekonomi
formal, upah yang diterima bukan berupa gaji tetap yang diterima setiap
bulannya seperti Upah Minimum Propinsi (UMP) yang ditetapkan pemerintah, karena
penghasilan pekerja informal lepas dari campur tangan pemerintah. Upah yang
diterima pekerja dihitung perhari, perminggu, perbulan atau tergantung pada
berapa jumlah barang yang dihasilkan. Namun pendapatan tersebut tetap dapat
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dan dapat membantu
perekonomian di Kabupaten Gresik. Pada beberapa tahun terakhir pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Gresik mengalami peningkatan sekitar 0,43%, hal ini
menunjukkan bahwa setiap tahunnya penyerapan tenaga kerja pada sektor ekonomi
informal mengalami peningkatan yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Banyaknya
penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh kebutuhan rumah industry akan tenaga
kerja. Industry rumahan bersifat padat karya dan penggunaan teknologi masih
sangat sederhana, sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak untuk menghasilkan barang.
Banyaknya masyarakat yang berminat untuk bekerja di sektor ekonomi informal
disebabkan karena calon pekerja tidak perlu berurusan dengan system birokrasi
yang berbelit-belit seperti pada sektor ekonomi formal. Calon pekerja tidak
dituntut memiliki standar pendidikan tertentu, sehingga semua golongan bisa
masuk ke dalam sektor ekonomi informal.
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota atau Kabupaten Gresik
tergolong banyak. Salah satu implementasinya adalah dalam bentuk industry
rumahan. Industry rumahan di Kota atau Kabupaten Gresik bekerja dalam bidang
menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat sebagai oleh-oleh, karena
Gresik merupakan Kota dengan banyak tempat wisata, khususnya wisata religi.
Produk-produk yang dihasilkan biasanya berupa krupuk ikan, makanan atau jajanan
khas Gresik, kerajinan tangan, dll.
Seperti pada UMKM di kota lain, UMKM di Gresik juga kurang mendapatkan
perhatian pemerintah. Pemerintah lebih mengutamakan sektor formal karena
menuruutnya lebih memberikan pengaruh terhadap perekonomian daerah. Dengan
tidak adanya campur tangan pemerintah dalam permodalan, maka UMKM tidak bisa
berkembang dan tetap stuck. Modal
yang digunakan sebagai modal awal tergolong rendah, sehingga barang-barang yang
dihasilkan hanya ditujukan bagi lingkup masyarakat menengah ke bawah. Karena
faktor modal yang sedikit pula maka teknologi yang digunakan sangat sederhana,
sehingga dibutuhkan lebih banyak pekerja dan upah yang diberikan pun tergolong
rendah. Namun, meskipun upah yang diberikan tergolong rendah, tidak sebanyak
gaji pada sektor formal, pendapatan masyarakat yang sekian tetap bisa digunakan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
[1] “Analisis usaha Sektor
Informal di Perkotaan” diakses dari http://www.lemlit.uhamka.ac.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=36&judul=analisis-usaha-sektor-informal-di-perkotaan.html pada 05 Desember 2014, pukul 15:09 WIB
0 komentar:
Posting Komentar