BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Setiap
harinya kita selalu melakukan banyak sekali kegiatan ekonomi, mulai dari hal
yang paling kecil hingga paling besar, mulai dari yang tidak kita sadari hingga
kita sadari. banyak unsur yang melatar belakangi kita melakukan banyak sekali
kegiatan ekonomi, beberapa unsur tersebut diantaranya adalah dimana kebutuhan
hidup manusia itu banyak dan beraneka ragam bentuk, kemudian adanya sifat dari
manusia itu sendiri yang tidak mudah puas dengan apa yang telah mereka miliki.
Ekonomi
dapat di bagi menjadi dua, yakni ekonomi golongan Rumah tangga Dan Ekonomi
golongan perusahaan, ekonomi Rumah tangga sendiri terdiri dari individu-individu yang ada di dalam
keluarga tersebut. Membicarakan soal pelaku ekonomi, dapat dikatakan bahwa
semua orang akan melakukan kegiatan ekonomi. tidak ada batasan laki-laki maupun
perempuan. semuanya melakukan kegiatan ekonomi.
Namun
tidak di semua sektor ekonomi perempaun dan laki-laki mengalami persamaan, baik
dalam kesempatan maupun hasil dari pembangunan. selalu ada dan terjadi
kesenjangan didalamnya. seperti halnya ada dalam Rumah Tangga Ekonomi pasti
akan selalu terjadi kesenjangan gender didalamnya.
Menurut Vitayala, gender adalah suatu konsep yang menunjuk
pada suatu sistem peranan dan hubungannya antara perempuan dan lelaki yang
tidak ditentukan oleh perbedaan biologi, akan tetapi ditentukan oleh lingkungan
sosial, politik, dan ekonomi. WHO mendefinisikan gender adalah seperangkat
peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki
dan perempuan, yang dikonstruksikan secara sosial dalam suatu masyarakat.[1]
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
hakikat manusia sebagai makhluk ekonomi (homo
economicus)?
2.
Bagaimana peran
gender dalam perekonomian rumah tangga?/
3.
Bagaimana posisi
perempuan dalam pekerjaan dan hubungannya dengan upah yang diterima?
4.
Bagaimana peran
emosi/perasaan terhadap kehidupan ekonomi?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
bagaimana hakikat manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus)
2.
Mengetahui peran
gender dalam perekonomian rumah tangga
3.
Mengetahui
posisi perempuan dalam dunia kerja dan upah yang diterima
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia
Sebagai Makhluk Ekonomi
Manusia
bukan hanya sebagai makhluk sosial, manusia juga merupakan makhluk ekonomi.
Menurut Winardi, manusia sebagai makhluk ekonomi (Homo Economicus) adalah manusia yang dalam melakukan tindakan
ekonomi didorong oleh kepentingan sendiri dan tindakannya didasarkan pada asas
atau prinsip ekonomi.[2]
Walaupun manusia saling membutuhkan satu sama lain, tapi manusia tetap memiliki
otonomi untuk menentukan kehidupannya sendiri. Kebutuhan setiap orang berbeda-beda.
Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan tindakan ekonomi seperti
bekerja. Dalam melakukan tindakan ekonomi, manusi mempertimbangkan banyak hal,
seperti manfaat dan pengorbanan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia sebagai makhluk ekonomi memiliki beberapa ciri,
diantaranya:
1.
Berupaya
memenuhi kebutuhannya semaksimal mungkin dengan sumber daya yang tersedia
2.
Bertindak secara
rasional (memperoleh hasil rasional dengan pengorbanan yang minimal)
3.
Tindakan yang
dilakukan untuk kepentingan sendiri
4.
Keputusan yang
diambil sesuai dengan tujuan[3]
Ketiga ciri
tersebut dipengaruhi oleh kebutuhan atau keinginan manusia yang tidak terbatas,
sedangkan sumberdaya atau alat pemuas kebutuhan bersifat terbatas.
Adapun beberapa
faktor yang mempengaruhi manusia dalam memenuhi kebutuhanya adalah:
1.
Faktor Internal
a. Sikap dan gaya hidup
b. Selera
c. Pendapatan
d. Intensitas kebutuhan
2.
Faktor Eksternal
a. Lingkungan
b. Adat istiadat
c. Kebijakan pemerintah
d. Mode/Trend
e. Kemajuan
teknologi dan kebudayaan
f. Keadaan alam[4]
Manusia sebagai makhluk ekonomi (homo economicus) adalah manusia yang
selalu mememiliki keinginan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari yang
bersifat rasional dan tidak pernah puas. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya,
manusia harus berusaha mengendalikan diri dan menjunjung tinggi nilai-nilai
moral.
2.2 Peran
Gender dalam Perekonomian Rumah Tangga
Gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan
jenis kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal
alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan memang membawa konsekuensi
fungsi reproduksi yang berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil,
melahirkan dan menyusui; laki-laki membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin
biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat berubah,
tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.
Namun
demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan perbedaan
biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung
pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari sumberdaya
dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang pantas
dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh
laki-laki atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat
lainnya[5]
Rumah tangga merupakan representasi dari sebuah
kelompok sosial yang bersifat umum. Rumah tangga bisa dikategorikan sebagai
hubungan sosial yang dekat, dimana interaksi antarkeluarga terpusat pada hubungan
antara laki-laki dan perempuan dan hubungan antara anak dengan orang tua.[6]
Dalam
kehidupan berumah tangga di dalam masyarakat masih ada pembagian kerja antara
perempuan dan laki – laki dalam melakukan pekerjaan. Dalam pembagian pekerjaan tersebut masihlah di
pengaruhi oleh faktor gender. Pembagian pekerjaan
tersebut adalah perempuan bekerja di sector domestic dan yang laki–laki berkerja di sektor non-domestik mencari
uang untuk kebutuhan sehari–hari. Perempuan
sering di anggap hanya pantas bekerja di sektor domestik saja seperti
memasak,mencuci, mengasuh anak, dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Hal
seperti ini sering terjadi di dalam perekonomian rumah tangga.
Dalam
perekonomian rumah tangga batasan–batasan seperti itu sebenarnya tidak bisa di
tentukan hanya karena mereka perempuan atau laki – laki saja karena pekerjaan
seperti itu bisa di lakukan oleh keduanya. Pekerjaan domesti bisa di lakukan
oleh orang laki – laki tidak hanya orang perempuan saja dan pekerjaan
non-domestik juga di lakukan oleh orang perempuan tidak hanya bisa di lakukan
oleh orang laki–laki saja. Selain itu mereka juga bisa berbagi pekerjaan
seperti orang laki–laki membantu orang perempuan melakukan pekerjaan domestik
tanpa meninggalkan tugasnya di sektor non-domestik begitu pula sebaliknya
dengan orang perempuan.
Dalam
ekonomi rumah tangga, pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan pun yang mencari penghasilan
masih saja dalam sektor domestic, meskipun mereka melakukan pekerjaan domestik
tersebut untuk orang lain. Pekerjaan tersebut bisa di bilang sebagai pekerja
rumah tangga (PRT). Meskipun, yang melakukan pekerjaan seperti itu kebanyakan
di lakukan oleh orang perempuan yang melakukan perantauan. Mereka memilih
pekerjaan ini mungkin karena pekerjaan ini pekerjaan yang paling mudah menurut
mereka dari pada pekerjaan yang lainnya.
Pekerjaan
rumah tangga (PRT) mereka lakukan juga mungkin karena kurangnya pendidikan yang
mereka dapatkan yang membuat mereka tidak bisa bekerja di tempat–tempat yang
lebih layak atau memiliki posisi. Pekerjaan rumah tangga (PRT) juga bisa di
pilih sebagai pekerjaan oleh orang perempuan karena kondisi mereka yang membuat
mereka harus bekerja seperti itu.[7]
Tugas untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga masih didominasi oleh laki-laki. Hal ini diakibatkan karena
laki-laki memiliki modal lebih banyak daripada perempuan, seperti jaringan
sosial, pendidikan tinggi dan skill. Sementara tugas perempuan dalam
perekonomian rumah tangga adalah mengatur bagaimana agar uang yang diperoleh
bisa digunakan seefiisiem mungkin untuk menutupi kebutuhan rumah tangga.
2.3 Perempuan,
Kerja dan Upah
Meskipun perekonomian rumah tangga didominasi oleh
laki-laki, namun tidak sedikit perempuan yang bekerja di luar rumah untuk
mencari penghasilan. Perempuan yang bekerja di publik (bekerja di luar rumah) secara
langsung menguntungkan perekonomian rumah tangga dari keluarga[8]. Pemasukan yang di dapat
tak hanya dari seorang suami sebagai pencari pendapatan untuk perekonomian.
Namun pekerjaan yang bisa di akses perempuan masih dalam kategori pekerjaan
yang berhubungan dengan “kewanitaan”. Contohnya kasir atau pembantu, pekerjaan
tersebut masih dikategorikan sebagaia pekerjaan yang dikhususkan untuk
perempuan. Laki-laki tak ada minat untuk melamar pekerjaan di bidang tersebut.
Dan juga jenis pekerjaan tersebut masih di anggap umum hanya untuk perempuan
dikarenakan sifat perempuan yang condong ulet dan tekun sesuai dengan pekerjaan
kasir. Untuk pekerjaan pembantu, perempuan yang yang kesehariannya melakukan
pekerjaan tersebut tak sulit untuk melakukannya.
Perempuan yang mahir di dalam
bidang tertentu masih menonjolkan sifat “kewanitaannya”. Contohnya Tupperware dan Amway yang merupakan organisasi khas yang dibentuk oleh perempuan
dan kebanyakan pekerjanya adalah perempuan. Masih saja pekerjaan publik yang
dilakukan perempuan masih dalam lingkup sifat “kewanitaan”.[9]
Hanya sedikit perempuan yang
bekerja diluar kategori sangat jauh dari sifat kewanitaan. Seperti pemimpin,
hanya segelintir perempuan yang dipercaya untuk mempunyai pekerjaan tersebut,
dan juga hanya segelintir perempuan yang bisa mempunyai pekerjaan tersebut.
Sifat dasar feminine yang dimiliki perempuan dengan lembut, penyayang, ulet,
sabar dan sifat lainnya membuat perempuan sedikit yang berminat dalam sosok
pemimpin. Sedang sifat maskulin yang dimiliki laki-laki yang banyak memiliki
sifat tegas, kuat, berotot dan berwibawa cocok dengan sosok pemimpin.
Pekerjaan publik yang lebih banyak
diperuntukkan dengan laki-laki menimbulkan akses yang sedikit untuk perempuan.
Pekerjaan di publik seperti pekerjaan kuli dan montir banyak diakses laki-laki.
Jika ada perempuan yang bekerja sebagai kuli atau montir maka akan dianggap
tabu oleh masyarakat.
Wanita
sebagai pekerja memperoleh lapangan kerja yang lebih sedikit daripada pria.
Jenis pekerjaan wanita sangat ditentukan oleh seks, sedangkan laki-laki tidak.
Pekerjaan wanita selalu dihubungkan dengan sektor domestic, seperti: Bidan,
perawat, guru dan sekretaris yang lebih banyak memerlukan keahlian manual saja.
Akses perempuan yang sedikit untuk
terjun ke dunia publik tak menimbulkan sedikit pula upah yang diterima
perempuan. Secara umum upah atau gaji yang diterima wanita lebih
rendah daripada pria. Menurut analisis gender, perbedaan tingkat upah
disebabkan oleh peran ganda yang menimbulkan masalah ketidakadilan dari
perbedaan gender tersebut. berbagai manivestasi ketidakadilan yang ditimbulkan
dengan adanya asumsi gender, seperti:
1.
Terjadinya marginalisasi (pemikiran
ekonomi terhadap kaum wanita)
Meskipun tidak setiap marginalisasi disebabkan oleh
ketidakadilan gender namun yang dipersoalkan oleh analisis gender adalah
marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender.
2.
Terjadinya subordinasi pada salah satu
jenis seks yang umumnya pada kaum wanita. Bentuk dan mekanisme dari proses
subordinasi tersebut dari waktu ke waktu berbeda. Seperti anggapan bahwa wanita
hanya mengandalkan keterampilan alami.
3.
Pelabelan negative terhadap jenis kelamin
tertentu, terutama terhadap kaum perempuan. Dalam masyarakat banyak sekali
stereotype yang dilabelkan pada kaum perempuan dan berakibat membatasi,
menyuitkan, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Anggapan patrilinieal
menyatakan bahwa laki-laki adalah pencari nafkah utama dalam keluarga,
sedangkan perempuan hanya sebagai pencari nafkah sekunder. Akibatnya dalam
dunia kerja perempuan berstatus sekunder.[10]
Dari
survey yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO), Rata-rata
jumlah kesenjangan upah antar gender di dunia mencapai 18%. Di Indonesia sendiri,
kesenjangan upah antargender adalah sebesar 19% di tahun 2012.[11]
Jika perempuan bisa ulet dan
kreatif melakukan pekerjaan publiknya, tak jarang penghasilan yang diperoleh
juga lebih banyak dari penghasilan suami. Contohnya pekerjaan sekretaris
perusahaan, yang banyak di tujukan pekerjaannya untuk perempuan. Upah yang diperoleh perempuan yang bekerja
sebagai sekretaris perusahaan lebih banyak dari seorang suami yang seorang
supir.
2.4 Perasaan
dan Ekonomi
Perasaan
memerankan peran yang penting dalam kehidupan ekonomi. Sejak manusia mengadopsi
istilah ekonomi rasional, penggunaan perasaan dalam kehidupan ekonomi menjadi
terkesampingkan. Manusia lebih memilih melakukan tindakan ekonomi secara
rasional agar benar-benar memperoleh keuntungan dari tindakannya daripada menggunakan
perasaan. Tindakan
ekonomi rasional dalah setiap tndakan manusia yang
dilandasi atas dasar pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan.[12]
Analisis
mengeanai penggunaan perasaan dijelaskan dalam analisis Weber dalam etika
protestan. Dimana Protestan asketik mencoba untuk mengendalikan hidup pengikutnya,
termasuk emosi.[13]
Dijelaskan bahwa pada saat itu
perhitungan dan kerja keras bisnis barat didorong oleh perkembangan etika
protestan dengan doktrin calvinisme yaitu doktrin tentang takdir, dimana
kemudian etika protestan berusaha
mengendalikan hidupnya, juga emosinya.[14]
Meskipun
penggunaan emosi merupakan hal yang penting dalam melakukan keputusan atau
tindakan ekonomi, namun menekan emosi untuk membuat keputusan ekonomi yang
tepat marupakan bagian dari etika ekonomi yang mendominasi. Penggunaan perasaan
dianggap dapat menghancurkan keputusan-keputusan ekonomi, sehingga pelaku
ekonomi lebih memilih menggunakan rasio daripada perasaan. Ketika pelaku
ekonomi ingin membuat keputusan ekonomi yang rasional, maka emosi harus ditekan
agar perasaan tidak mempengaruhi keputusan yang dibuat.
Ada beberapa cara pandangan
yang berbeda mengenai penggunaan perasaan dalam kehidupan ekonomi. Sebagian
menyatakan bahwa penggunaan perasaan merupakan cara strategis yang akan
dimanfaatkan oleh orang lain untuk memperoleh keuntungan. Hochschild
berpendapat bahwa perasaan bukan merupakan sesuatu yang mengganggu atau
menghambat kehidupan ekonomi, melainkan bagian dari kehidupan ekonomi itu
sendiri.
Daftar Pustaka
Definisi, Konsep dan
Kerangka Analisis Gender, diakses dari http://skpm.ipb.ac.id/definisi-gender/ pada 21 Desember 2014, pkl. 10:27
Farikhah, Siti, Pergeseran Peran Gender dalam Kehidupan
Komunitas Pekerja Rumah Tangga Perempuan, diakses dari http://www.mediacare.org pada 14 Desember 2014, pkl. 12:50
Harien Puspitawati, Konsep, Teori dan Analisis Gender, diakses dari http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/gender.pdf
pada 21 Desember 2014, pkl. 11:01
Kardoyo dan Hayuningtyas, Esti Mumpuni, ‘Model Pembelajaran Role Playing Pada Mata
Pelajaran PS-Ekonomi Materi Pokok Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Ekonomi’,
Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol 4 No.2, dilihat pada 11 Desember 2014,
<http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/view/352/334>.
Munthe, Hadriana
Marhaeni, Dilema Wanita Pekerja dalam
Analisis Gender, diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3837/1/sosiologi-hadriana2.pdf pada 14 Desember 2014, pkl.
14:09
“Pengertian
Tindakan Ekonomi Rasional dan Irasional” diakses dari http://www.gerbangilmu.com/2014/11/pengertian-tindakan-ekonomi-rasional.html
pada 14 Desember 2014, pkl. 06:28
Ritzer, George,
2012, Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Ruhimat, Mamat, et
al, 2006, Ilmu Pengetahuan Sosial
Terpadu, PT. Grafindo Media Pratama, Bandung
Swedberd, Richard dan Granovetter, 1992, The Sociology of Economic, Westview
Press, inc
Wujudkan upah yang Setara Bagi Laki-Laki dan Perempuan, diakses dari http://www.gajimu.com/main/gaji/kesenjangan-upah pada 14 Desember 2014, pkl. 14:18
[1] Definisi, Konsep dan Kerangka Analisis Gender, diakses dari http://skpm.ipb.ac.id/definisi-gender/ pada 21 Desember 2014, pkl. 10:27
[2] Kardoyo, Esti Mumpuni Hayuningtyas, ‘Model
Pembelajaran Role Playing Pada Mata Pelajaran PS-Ekonomi Materi Pokok Manusia
Sebagai Makhluk Sosial dan Ekonomi’, Jurnal Pendidikan Ekonomi Vol 4 No.2, hal.
141, dilihat pada 11 Desember 2014, <http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/DP/article/view/352/334>.
[3] Mamat Ruhimat, et al,
2006, Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu, PT. Grafindo Media Pratama,
Bandung
[5] Harien Puspitawati, Konsep, Teori dan Analisis Gender, diakses
dari http://ikk.fema.ipb.ac.id/v2/images/karyailmiah/gender.pdf
pada 21 Desember 2014,
pkl. 11:01
[6] Richard Swerberg, Mark
Granovetter, 1992, The Sociology of Economic, Westview Press, inc, hal. 265
[7] Siti Farikhah, Pergeseran
Peran Gender dalam Kehidupan Komunitas Pekerja Rumah Tangga Perempuan, diakses
dari http://www.mediacare.org pada 14 Desember 2014, pkl. 12:50
[8] Richard Swerberg, Mark
Granovetter, 1992, The Sociology of Economic, Westview Press, inc, hal. 273
[9] Richard Swerberg, Mark
Granovetter, 1992, The Sociology of Economic, Westview Press, inc, hal. 277
[10] Hadriana Marhaeni Munthe,
Dilema Wanita Pekerja dalam Analisis
Gender, diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3837/1/sosiologi-hadriana2.pdf pada 14 Desember 2014, pkl. 14:09
[11] Wujudkan upah yang Setara Bagi Laki-Laki dan Perempuan, diakses dari http://www.gajimu.com/main/gaji/kesenjangan-upah pada 14 Desember 2014, pkl. 14:18
[12] “Pengertian Tindakan
Ekonomi Rasional dan Irasional” diakses dari http://www.gerbangilmu.com/2014/11/pengertian-tindakan-ekonomi-rasional.html
pada 14 Desember 2014,
pkl. 06:28
[13] Richard Swerberg, Mark
Granovetter, 1992, The Sociology of Economic, Westview Press, inc, hal. 279
[14] George Ritzer, 2012,
Teori Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar