Pages


widget

Kamis, 26 Februari 2015

Arah Gerakan Mahasiswa

Gerakan Politik Ataukah Gerakan Moral

Keterlibatan Mahasiswa dalam Sistem Politik
Menurut Wishonsky, partisipasi masyarakat pada kegiatan politik berbentuk seperti laying-layang terbalik. Dibagian atas adalah influntials, yaitu kelompok elit minoritas yang berpengaruh terhadap keputusan politik dan memiliki kemampuan mengerahkan massa untuk gerakan politik; kelompok dibawahnya disebut participants, yaitu mereka yang secara regular aktif dalam kegiatan politik; kelompok dibawahnya lagi adalah citizens, yaitu mereka yang terlibat dalam kegiatan politik hanya pada saat-saat tertentu saja; dan kelompok yang berada pada lapisan paling bawah disebut apathetic, yaitu mereka yang tidak tertarik pada berbagia kegiatan politik.
Menganai bagaimana bentuk partisipasi Mahasiswa dalam kegiatan politik sendiri belum diketahui, namun apabila bentuk partisipasi Mahasiswa Indonesia terhadap politik seperti yang digambarkan Woshinsky, maka jumlh Mahasiswa yang aktif dalam kegiatan politik tidak terlalu banyak. Sebagian dari mereka berpartisipasi dalam kegiatan politik hanya jika institusi birokrasi dan institusi politik tidak dapat berjalan seperti yang  diharapkan oleh rakyat.
Meskipun jumlah aktivis Mahasiswa tidak besar, namun dampak dari gerakan Mahasiswa sangat luar biasa. Gerakan Mahasiswa terbukti mampu menumbangkan sebuah rejim penguasa, karena itu kekuatan Mahasiswa sering disebut sebagai kelompok pendobrak san penakhluk rejim penguasa yang snagat efektif.

Arah Gerakan Mahasiswa
Gerakan Mahasiswa 1966 terkait erat dengan pertarungan para elit politik era Orde Lama. Pertarungan tersebut menciptakan kondisi ekonomi menjadi porak-poranda, kemudian terjadilah kudeta dan peristiwa G30S/PKI. Peristiwa tersebut memberi stimulun Mahasiswa untuk melakukan gerakan politik terutama dengan tuntutan pembubaran PKI.
 Gerakan Mahasiswa terhimpun dalam KAMI (Kesatuan Aksi mahasiswa Indonesia). Pada bulan Juni 1966 mereka berhasil merumuskan konsep yang lebih sistematis dan provokatif sesuai dengan nuansa politik yang disebut Tri Tuntutan Rakyat (Tritura), yang isinya adalah: bubarkan PKI, retool cabinet Dwikoradan turunkan harga barang. Pemerintah menganggap bahwa gerakan ini sebagia gerakan yang ditunggangi oelh kepentingan Amerika, sehingga sejumlah tokoh KAMI ditahan dan pemerintah berusaha keras agar gerakan politik mereka tidak menyebar luas.
Gerakan politik KAMI kembali terorganisir setelah memperoleh dukungan militer dari sejumlah partai politik dan organisasi massa. Perjalanan politik di Indonesia pada masa itu ditandai oleh aliansi Mahasiswa-Militer. Melalui doktrin dwi-fungsi ABRI, kekuatan militer memperoleh legotomasi untuk berpartisipasi aktif bahkan mendominasi kekuasaan politik nasional dan sebagian tokoh Mahasiswa diangkat diangkat menjadi anggota DPR, bahkan kemudian diangkat menjadi anggota menteri. Namun tetap saja, ada sebagian yang berpikiran kritis dan menentang berbagai bentuk penyimpangan.
Aliansi Mahasiswa-Militer tidak berlangsung lama, karena pada 1970-an benih-benih perbedaan mulai munncul. Di satu pihak, pemerintah merasa telah sukses memperbaiki kondisi perekonomian yang porak-poranda, namun di pihak lain Mahasiswa merasa bahwa perbaikan dan pertumbuhan itu semu belaka.
Berakhirnya aliansi Mahasiswa-Militer ditandai dengan peristiwa Malari pada tahun 1974, gerakan anti Soeharto tahun 1978 dan penolakna atas asas tunggal Pancasila awal 1980-an. Sebelum peristiwa Malari terjadi, Mahasiswa telah melakukan serangkaian kegiatan untuk menciptakan kesadaran politik masyarakat, agar tahu, mau, dan mampu mengontrol pemerintah. Namun aksi itu dinodai dengan kerusuhan.
Gerakan Mahasiswa tel;ah mampu menciptakan public distrust yang dapat mempengaruhi keberadaan rejim penguasa, sehingga pemerintah melakukan upaya-upaya politik yang dapat mematikan gerakan Mahasiswa.
Puncak akumulasi kekecewaan , kegelisahan dan protes Mahasiswa menjadikan aksi-aksi Mahasiswa di beberapa kota besar. Gerakan tersebut bukan hanya dalam rangka sebagia bentuk keprihatinan terhadap penderitaan rakyat, tapi juga usaha pembentukan opini menggantu pemimpin. Presiden Soeharto dinilai menyeleweng dari UUD45.
Pada tanggal 21 Januari 1978, Komkamtib membekukan Dewan Mahasiwa semua universitas, dengan merujuk pada pendapat Presiden Soeharto bahwa berbagai bentuk kritik yang disampaikan Mahasiswa harus dilandasi dengan data yang benar dan jelasa agar tidak membahayakan kehidupan bangsa dan merusak konstitusi.
Meskipun rejim penguasa mengupayakan berbagai cara untuk mengebiri gerakan Mahasiswa, namun kegiatan Mahasiswa tetap berjalan di luar kampus. Di luar kampus, malah mereka bertemu dengan orang-orang yang memiliki kesadaran serupa. Meskipun kelompok-kelompok tersebut tidak besar, mereka tetap bisa hidup, karena perdebatan mereka dilandasi dengan pikiran-pikiran cerdas yang mereka terima di bangku kuliah. Gerakan Mahasiswa mengalami pergeseran dari elitisme ke populisme, dengan lebih beraliansi Mahasiswa-Rakyat daripada Mahasiswa-Militer atau Mahasiswa-Birokrat. Pada tahun 1990-an, gerakan Mahasiswa berhasil menurunkan Soeharto dari kursi kekuasaa, setelah sebelumnya terjadi krisis ekonomi yang sangat mencemaskan.

Gerakan Moral Atau Politik?
Pada awal rejim Soeharto, pandangan aktivis Mahasiswa tentang gerakan dan organisasi-organisasi Mahasiswa telah terbelah menjadi dua. Pandangan pertama lebih bernuansa moral, dalam arti energy politik Mahasiswa seluruhnya diletakkan sebagai kekuatan penggerak perubahan ketika institusi birokrasi dan institusi politik tidak mampu melakukan peran sesuai dengan tuntutan sector public. Pandangan kedua lebih bernuansa politik. Energy mahasiswa harus ditempatkan sebagai kekuatan riil dalam percaturan politik
           

            

0 komentar:

Posting Komentar