Pages


widget

Kamis, 11 September 2014

Analisis Film "The Help" Diakitkan Dengan Struktur dan Pranata Sosial dalam Fim

Film The Help menceritakan tentang hubungan antara warga kulit putih dengan warga kulit hitam pada tahun 1960-an, tepatnya berada di Kota Jackson, Ibu Kota Negara Bagian Missisipi. Pada saat itu terdapat isu kental mengenai rasisme, sehingga memunculkan diskriminasi ras yang dilakukan oleh majikan (orang kulit putih) terhadap pembantu-pembantunya (orang kulit hitam). Diskriminasi yang terjadi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk diskriminasi individu, tapi juga diskriminasi institusi, seperti pada pelayanan kesehetan, pemisahan tempat antara kulit putih dan kulit hitam, serta layanan publik lainnya. Tidak ada orang kulit putih yang boleh dirawat di bangsal atau kamar dimana orang negro ditempatkan. Buku tidak boleh ditukar antara sekolah kulit putih dan kulit berwarna.
            Diskriminasi sering kali merupakan hasil dari suatu sikap yang disebut sebagai prasangka, sejenis penilaian tanpa pembuktian yang biasanya bersifat negaif[1]. Adanya prasangka bahwa orang kulit hitam memiliki penyakit yang berbeda dan bisa menularkan penyakitnya kepada orang kulit putih, membuat sebuah kelompok sosial bernama Club Bridge memiliki gagasan untuk memisahkan toilet orang kulit putih dengan orang kulit hitam. Club Bridge merupakan suatu kelompok sosial yang memiliki kegiatan penggalangan dana untuk amal dan sebagainya. Kelompok sosial Club Bridge diklasifikasikan kedalam kelompok sosial informal, karena kelompok sosial ini tidak memiliki struktur organisasi yang terstruktur dan pasti, terbentuknya berdasarkan pertemuan yang berulang-ulang karena memiliki kepentingan atau pengalaman yang sama[2].
            Dari film The Help dapat dianalisis bagaimana strukur dan pranata sosial yang ada pada masyarakat Jackson. Masyarakat kulit hitam atau berwarna dianggap memiliki stratifikasi yang lebih rendah daripada masyarakat kulit putih. Semua keputusan dan kendali dipegang oleh orang-orang kulit putih. Orang-orang kulit putih mengendalikan pemerintahan, hukum, kebijakan dan kehidupan orang-orang kulit hitam. Orang kulit hitam dianggap memiliki penyakit yang berbeda dengan orang kulit putih dan bisa menularkannya, ditambah lagi dengan fakta bahwa sebagian besar orang kulit hitam berada pada kelas sosial yang rendah yang berkerja sebagai pembantu rumah tangga atau buruh dan bekerja kepada orang-orang kulit putih. Bukan hanya warga kulit putih di kota Jackson yang melakukan diskriminasi dan menganggap stratifikasi sosial orang kulit hitam lebih rendah, namun pemerintah setempat juga melakukannya, dengan dibuatnya undang-undang yang berbunyi “siapapun yang mencelah, menerbitkan, atau menyebarkan tulisan prihal mendorong publik untuk menerima kesetaraan antara kulit putih dan negro akan dihukum”, hal ini membuktikan bahwa diskriminasi ras ada pada setiap lapisan masyarakat.
Perlakuan orang-orang kulit putih bukan hanya dalam bentuk diskriminasi atau perlakuan yang tidak adil dalam berbagai hal, tapi orang kulit putih juga melakukan genosida (upaya penghancuran suatu kelompok berdasarkan rasa tau etnis), tindakan ini dilakukan oleh  sebuah kelompok  bernama KKK (Ku Klux Klan). Meskipun KKK merupakan organisasi illegal, namun KKK merupakan suatu kekuatan politik yang sangat berkuasa di Amerika Serikat pada tahun 1990-an. KKK membuat kerusuhan dan pembunuh terhadap orang kulit hitam yang tidak bersalah. Tindakan yang dilakukan KKK ini merupakan hasil dari adat istiadat atau kebudayaan yang diciptakan oleh generasi-generasi mereka sebelumnya yang berkeyakinan bahwa orang kulit putih adalah ras yang paling tinggi derajadnya. KKK bukan hanya pembunuhan terhadap orang kulit hitam, namun juga kepada orang-orang kulit putih yang memberikan perlindungan kepada orang kulit hitam, atau ras lain dan agama lain yang berbeda dengan mereka.
Dari sektor ekonomi  warga kota Jackson bekerja di bidang pertanian dan industri. Dilihat dari banyaknya perkebunan yang menjadi setting tempat dari film tersebut, juga terlihat sudah ada gedung-gedung bertingkat. Orang-orang kulit hitam, khususnya laki-laki bekerja di sector pertanian atau perkebunan, misalnya perkebunan kapas. Orang-orang kulit hitam bekerja pada orang-orang kulit putih pemilik perkebunan tersebut. Sementara perempuan-perempuan kulit hitam bekerja menjadi pembantu rumah tangga yang kemungkinan tergabung kedalam sebuah instansi penyedia jasa pembantu rumah tangga, dapat diketahui dari seragam kerja yang sama yang mereka kenakan sehari-hari. Orang-orang kulit putih bekerja di sector industri, seperti Eugenia “Skeeter” Phelan yang bekerja di Surat Kabar Jackson, atau tokoh-tokoh lain dalam film  tersebut yang memakai pakaian kerja yang rapi yang menggambarkan bahwa mereka bekerja di kantor atau di sektor industri lain.  
            Durkheim menunjukkan arti ikatan sosial dengan mengamati perubahan-perubahan, salah satunya  dalam agama[3]. Agama adalah cara masyarakat mengungkapkan dirinya di dalam bentuk fakta sosial nonmaterial. Durkheim memberikan definisi mengenai agama sebagai berikut: suatu agama adalah suatu system terpadu kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik yang menyatukan semua penganutnya ke dalam satu komunitas moral tunggal yang disebut gereja[4]. Dalam film The Help terdapat sebuah pranata agama, yaitu gereja yang dipimpin oleh Pendeta Green, yang pada hari tertentu melakukan khotbah di depan jemaat-jemaatnya, orang-orang kulit hitam. Para jemaat di gereja memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Dalam teori Durkheim, hal ini disebut dengan solidaritas mekanik. Mereka saling mengenal dan mendukung satu sama lain. Terlihat dari upaya mereka bersama Eugenia “Skeeter” Phelan dalam menyusun buku yang  menceritakan tentang perlakuan majikan-majikan mereka, setelah salah satu teman mereka mendapat perlakuan yang tidak adil oleh majikannya. Di sini gereja berfungsi sebagai tempat dimana orang-orang kulit hitam berkumpul untuk memperoleh pedoman hidup dan sebagai sosial kontrol atas tindakan-tindakan jemaatnya. Gereja tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, namun lebih dari itu, gereja menumbuhkan solidaritas yang kuat di antara para jemaatnya. Melalui pertemuan-pertemuan di gereja, mereka menjadi saling mengenal dan saling mengasihi satu sama lain. Para jemaat gereja memiliki ikatan batin yang sangat kuat.
Namun tidak semua orang kulit putih membenci dan memusuhi orang kulit hitam. Ada beberapa tokoh, sebut saja Eugenia “Skeeter”  Phelan dan Celia Foote yang memiliki hubungan baik dengan orang-orang kulit putih. Mereka mau hidup berdampingan dengan orang kulit hitam, karena pada dasarnya orang kulit putih dan kulit hitam saling bergantung satu sama lain. Skeeter pernah memiliki seorang pembantu yang sangat menyayanginya bernama Constantine, begitu pula Constantine yang sangat menyayangi Skeeter. Juga ada pula majikan yang rela membeli perkebunan hanya untuk memudahkan jalan bagi pembantunya untuk sampai ke tempat kerja lebih cepat. Setelah diterbitkannya buku Skeeter yang berjudul The Help yang menceritakan sisi lain dari kehidupan para pembantu, akhirnya mampu merubah sedikit pandangan mengenai orang-orang kulit hitam. Orang-orang mulai tahu dan mengerti tentang banyak perlakuan diskriminasi yang didapat oleh para pembantu.

Daftar Pustaka:
Henslin, James M., 2006, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Plummer, Ken, 2011, Sosiologi The Basics, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ritzer, George, 2012, Teori Sosiologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta



[1] Henslin, James, H., 2006, Sosiologi dengan Pendektan Membumi, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal. 9
[2] Soekanto, Soerjono, 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 123
[3] Plummer, Ken, 2011, Sosiologi The Basics, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 103
[4] Ritzer, George, 2012, Teori Sosiologi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 170

Perempuan Dalam Ranah Politik

Definisi Jender
            Istilah gender seringkali diartikan sama dengan istilah sex, padahal kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Sex adalah jenis kelamin yang dimiliki oleh manusia secara biologis dan dimiliki sejak lahir, sedangkan gender lebih kepada perilaku antara laki-laki dan perempuan yang biasanya perilaku tersebut dibentuk oleh lingkungan tempat tinggal mereka.
                        Konsep jender adalah suatu sifat yang melekat baik pada laki-lai maupun perempuan yang dikonstruksi atau dibentuk secara sosial maupun kultural dengan akibat terjalinnya hubungsn sosial yang membedakan fungsi, peran dan tanggung jawab kedua jenis kelamin itu. Jender bukanlah kodrat atau ketentuan Tuhan dan karenanya berkaitan dengan proses keyakinan tentang bagaimana seharusnya laki-laki dan prempuan diharuskan untuk bersikap, bertindak dan berperan sesuai dengan ketentuan sosial dan budaya dimana mereka berasal. (Parawansa:2006)
Karena gender dibentuk oleh lingkungan, maka gender bisa dirubah dan dipertukarkan, tidak bersifat permanen. Perempuan seringkali diidentikkan dengan sifat lemah lembut, penyayang, keibuan, dan emosional, sedangkan laki-laki diidentikkan dengan sifat kasar, keras, kuat, dan rasional. Namun adakalanya laki-laki bersifat lembut dan penyayang, dan adakalanya perempuan bersifat kasar. Semua sifat-sifat tersebut tergantung pada lingkungan yang mempengaruhi mereka.

Pembagian Kerja dalam Keluarga
            Dalam konteks keluarga, terdapat pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Pembagian kerja dalam keluarga dibagi menjadi pekerjaan dalam sektor publik dan pekerjaan dalam sektor domestik. Laki-laki lebih dominan dalam sektor publik, terutama dalam sektor ekonomi. Laki-laki sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya. Perempuan lebih condong pada sektor domestik, seperti mengurus anak, membersihkan rumah, memasak, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Pekerjaan dalam sektor publik biasanya lebih dihargai oleh masyarakat, karena dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai materi, sedangkan pekerjaan dalam sektor domestik dianggap remeh, karena tidak menghasilkan nilai. Karena jender itu bersifat tidak permanen, bisa dirubah dan dipertukarkan, maka pembagian kerja dalam rumah tangga juga bisa dipertukarkan. Jika seorang laki-laki tidak bisa melakukan tugasnya untuk mencari nafkah untuk keluarganya, maka perempuan bisa menggantikan perannya untuk bekerja di sektor publik dan laki-laki tinggal di rumah untuk mengerjakan pekerjaan domestik sebagai Stay Home Father. Ketika laki-laki tidak lagi menjalankan perannya sebagai pencari nafkah dan tinggal di rumah mengerjakan pekerjaan rumah, hal seperti ini dianggap tabuh oleh masyarakat kebanyakan, sehingga membuat laki-laki merasa kecil  di mata perempuan, kemudian menimbulkan banyak masalah-masalah rumah tangga.

Wanita dalam Ranah Politik
            Selama ini politik selalu diidentikkan dengan dunia laki-laki dan wanita kurang aktif dalam berpartisipasi politik. Hal ini dikarenakan sudah menjadi mindset masyarakat bahwa politik adalah dunia yang keras dan kotor, sehingga kaum wanita enggan untuk terjun ke dalamnya, dunia politik lebih cocok digeluti oleh laki-laki. Sejak awal laki-laki juga sudah terbiasa dengan duia publik seperti terjun dalam lembaga-lembaga atau organisasi, sedangkan wanita terbiasa dengan pekerjaan domestik, disamping itu kaum wanita kurang mendapat pendidikan dalam bidang politik. Padahal sebenarnya jika mau menggali, wanita memiliki potensi yang sama dalam berpolitik.
Kurangnya partisipasi politik oleh kaum wanita dikarenakan kurangnya pendidikan politik yang diterima. Sejak awal kaum perempuan selalu dianggap lebih rendah ketimbang laki-laki. Dalam hal apapun laki-laki selalu lebih diutamakan. Contohnya dalam bidang pendidikan. Laki-laki dituntut untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, sedangkan perempuan cukup tinggal di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah. Karena kebiasaan perempuan yang lebih dominan bekerja pada sektor domestik sehingga dirasa tidak penting untuk memberikan pendidikan kepada kaum perempuan, terlebih masalah politik.
Karena kurangnya kader perempuan yang terjun dalam ranah politik, maka pengambilan-pengambilan keputusan dalam sektor pemerintahan juga didominasi oleh kaum laki-laki, sehingga dalam menentukan keputusan untuk periode selanjutnya, diantaranya masalah jumlah anggota lebih banyak pada laki-laki. Kurangnya kesadaran mengenai kesetaraan jender juga menjadi salah satu faktor kurangnya partisipasi perempuan dalam dunia politik.
            Seiring dengan perkembangn zaman, dan keberhasilan gerakan-gerakan yang memperjuangkan hak-hak kaum perempuan seperti feminisme dan emansipasi wanita, jumlah partisipasi wanita dalam segala bidang di dunia terus meningkat, termasuk juga di Indonesia. Wanita tidak lagi hanya berperan untuk menjalankan fungsi reproduksi, tapi juga mulai terejun dalam berbagai sector publik, seperti pendidikan, kesehatan, agama, politik, dan lain-lain.
            Jumlah politisi wanita pada pemerintahan periode ini meningkat. Peningkatan jumlah partisipan wanita dalam dunia politik ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya sosialisasi kesetaraan gender bahwa wanita memiliki peran dan potensi yang sama dengan laki-laki, termasuk dalam dunia politik, terpenuhinya pendidikan politik untuk kaum perempuan, dan adanya kesempatan bagi kaum perempuan untuk terjun dalam dunia politik.
Tabel 1.1 Keterwakilan Perempuan di DPR RI

Masa Kerja DPR
Perempuan
Laki-Laki
Jumlah
%
Jumlah
%
1950-1955(DPR Sementara)
9
3,8
236
96,2
1955-1960
17
6,3
272
93,7
1956-1959 (Konstituante)
25
5,1
488
94,9
1971-1977
36
7,8
460
92,,2
1977-1982
29
6,3
460
92,2
1982-1987
39
8,5
460
91,5
1987-1992
65
13
500
87
1992-1997
62
12,4
500
87,6
1997-1999
54
10,8
500
89,2
1999-2004
45
9
500
91
2004-2009
64
11,6
486
88,4
Data diolah dari berbagai sumber
Jumlah politisi wanita dari tiap-tiap periode terus berkembang, hingga sekarang 30%  kursi DPR diisi oleh wanita.

Perspektif Teoritis Struktural Fungsional dan Konflik Terhadap Peranan Wanita dalam Ranah Politik
            Sebagai bidang yang relative baru digeluti oleh wanita, keikutsertaan wanita dalam ranah politik seringkali tidak mendapat respon positif, bahkan oleh kalangan wanita sendiri. Padahal keikutseraan wanita dalam ranah politik merupakan suatu wujud dari usaha para politisi wanita untuk menunjukkan bahwa wanita juga bisa memiliki peran yang sama dengan laki-laki dalam dunia politik; bahwa dunia politik bukan hanya milik laki-laki dan wanita juga bisa turut menggelutinya. Sheila Lewenhak mencatat bahwa sedikitnya jumlah politisi wanita pada lembaga-lembaga legislative disebabkan karena kaum wanita lebih suka memilih kandidat laki-laki daripada kandidat wanita sendiri.
Keikutsertaan kaum wanita dalam ranah politik memberikan pengaruh bagi kehidupan keluarganya. Banyak politisi wanita yang mendapat dukungan dari suaminya, namun ada juga yang tidak.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keikutsertaan wanita dalam dunia politik memberikan keuntungan yang besar bagi kenaikan karier suami atau isteri baik dalam bidang politik maupun non-politik, penaikan status sosial keluarga dan menambah pemasukan keuangan, sehingga suami mendukung aktivitas politik yang dilakukan isterinya.
            Namun ada juga suami yang tidak mendukung atau kurang mendukunga aktivitas politik isteri. Alasannya adalah ketika isteri mulai terjun dalam dunia politik, otomatis waktu untuk keluarganya menjadi berkurang. Peran utama wanita sebagai pengurus rumah tangga dan mengatur anak menjadi ternomor duakan. Padahal dalam budaya masyarakat Indonesia, terdapat anggapan bahwa tugas untuk mendidik anak adalah Ibu, sedangkan tugas untuk mencari nafkah adalah Ayahh.
 Sikap keberatan lainnya dikarenakan suami dari politisi wanita kalah pengaruh ketimbang isterinya. Dalam artian keberhasilan isteri menjadi anggota lehislatif membuat suami merasa memiliki status yang lebih rendah ketimbang isteri, sehingga suami merasa malu kepada isterinya. Masalah  seperti ini sebenarnya muncul disebabkan lebih kepada  keadaan psikologis suami  daripada tekanan lingkungan.
Kasus seperti ini sering terjadi pada akhir-akhir ini. Seperti pada keluarga artis yang kemudian isterinya menjadi anggota legislative. Keadaan tersebut membuat ketimpangan antara pekerjaan isteri dan pekerjaan suami, disamping itu isteri menjadi kurang memperhatikan anak dan akhirnya berujung pada perceraian.

Persoalan-persoalan di atas, bersumber pada peran ganda yang dilakukan wanita. Meskipun wanita terjun dalam ranah politik dan memperoleh kesetaraan yang sama bahkan bisa mengungguli laki-laki namun wanita tidak seharusnya lupa pada kodratnya sebagai ibu rumah tangga yang mengurusi suami dan anak-anaknya. Sebagai wanita karier, wanita dituntut untuk memperjuangkan haknya dengan mencapai karier setinggi-tingginya, namun sebagai ibu rumah tangga ia dituntut untuk mengurus kehidupan keluarga dengan sebaik-baiknya.

The Presentation of Self In Everyday Life -Erving Goffman

          Menilai sebuah buku jangan hanya melihat dari covernya. Kalimat tersebut merupakan sebuah ungkapan untuk orang yang menilai orang lain hanya dari luarnya tanpa mencari tahu bagaimana kepribadiannya yang sebenarnya. Namun kalimat tersebut sesuai untuk menggambarkan sebagian masyarakat yang apabila ingin membeli atau membaca buku hanya melihatnya dari luarnya saja. Sampul  sebuah buku menggambarkan apa isi dari buku tersebut, tapi kadang-kadang sampul dan isi buku bertolak belakang.
                Sampul sebuah buku sangat mempengaruhi minat baca bagi pembaca, sampul dan judul yang menarik biasanya akan menarik lebih banyak pembaca. Tapi perlu digaris bawahi bahwa penilaian sebuah buku bukan hanya melulu pada judul dan sampulnya, tapi faktor terpentinhg dari sebuah buku adalah isi yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Isi buku yang menarik dan bermanfaat akan banyak dicari oleh para pembaca.
                Yang pertama kali saya pikirkan ketika melihat sampul buku The Presentation Of Self In Everyday Life karya Erving Goffman , yang ada dalam pikiran saya adalah buku tersebut pasti berisi tentang kajian-kajian sosiologi yang membicarakan tentang Stratifikasi Sosial dan Kesenjangan Sosial antara kaum bangsawan pada saat itu yang memiliki status sosial tinggi dengan rakyat jelata yang memiliki status sosial rendah, dan juga Interaksi Sosial yang terjadi diantara mereka untuk mencapai suatu tujuan.
                Dalam buku tersebut Nampak tiga orang wanita. Dua wanita dari kalangan bangsawan yang hendak menghadiri sebuah pesta dan seorang wanita biasa yang mungkin dari jalanan hanya berdiri sorang diri memperhatikan kedua wanita angsawan itu.
                Dalam sampul buku tersebut, terlihat sangat jelas kesenjanan sosial yang terjadi antara kaum bangsawan an rakyat jelata. Semua itu sangat terlihat pada cara berpakaian mereka. Kaum bangsawan dengan harta yang melimpah dan bisa membeli apapun yang mereka inginkan, mengenakan pakaian yang bagus, indah, glamor dan tentunya mahal. Sedangkat rakyat jelata dengan segala keterbatasan ekonomi mereka hanya memakai pakaian yang murah dan seadanya.
                Dalam sampul buku tersebut juga terlihat bahwa status sosial seseorang juga menentukan tempat dimana mereka bergaul. Di sana jelas terlihat bahwa kaum bangsawan akan menghadiri acara yang berkelas tinggi, sedangkan orang biasa hanya bisa melihatnya dan tentu saja petugas keamanan tidak akan mempersilahkan dia masuk. Ketika seseorang menghadiri jamuan formal, dia pasti berusaha untuk menyajikan dirinya sepositif mungkin.
                Status sosial suatu masyarakat juga mempengaruhi dengan siapa dia bergaul. Seperti terlihat dalam sampul buku tersebut, seseorang yang memiliki status sosial tinggi, mereka akan bergaul dengan orang yang memiliki status sosial sama, karena mereka mempunyai kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama. Biasanya interaksi yang terjadi adalah dalam hal ekonomi dan bisnis.
                Lalu bagaimana dengan seseorang yang memiliki status sosial yang berbeda ?. hubungan yang terjalin jika terdapat status sosial yang berbeda adalah apabila diantara mereka terjadi saling ketergantungan yang mengharuskan mereka untuk berinteraksi. Interaksi seperti itu pun tidak akan terjadi dengan benar, karena interaksi yang terjadi antara kaum bangsawan dengan rakyat jelata biasanya adalah interaksi antara buruh dan majikan yang hanya akan semakin memperlihatkan kesenjangan sosial diantara mereka. Biasanya kaum bangsawan akan bersikap sombong dan semenah-menah dalam interaksi tersebut. Sementara rakyat jelata akan merasa semakin tertindas.
                Begitulah pandangan saya mengenai sampul buku The Presentation Of Self In Everyday Life karya Erving Goffman. Namun setelah saya membaca dan mengamati isi dari buku tersebut, disana menemukan bahwa tidak selamanya sampul sebuah buku menggambarkan isi dari buku tersebut. Apa yang saya lihat dari luar dan dari dalam sangat bebeda.
                Erving Goffman dalam bukunya The Presentation Of Self In Everyday Life, menjelaskan tentang banyak hal mengenai kajian-kajian sosiologi yang terjadi dalam kehidupan manusia. Buku ini menjelaskan tentang bagaimana seseorang mempresentasikan dirinya dalam kehidupan sehari-hari kepada orang lain. Seperti interaksi sosial yang dilakukan individu dalam kehidupannya, kinerja tim dan tempat dimana seseorang berada. Erving Goffman menjelaskan betapa pentingnya interaksi sosial yang dilakukan manusia dalam hidupnya, dimana interaksi merupakan salah satu cara manusia untuk bertahan hidup. inti dari analisis Goffman adalah membicarakan tentang kinerja dan kehidupan yang tergambarkan seperti panggung teater. Erving Goffman menggambarkan kehidupan individu seperti dalam sebuah teater atau yang lebih dikenal dengan dramaturgi, dimana ada pemain teater sebagai individu dan ada daerah front stage dan back stage yang memegang peranan penting dalam kehidupan individu, pengaturan panggung yang menentukan setiap gerak aktor di atas panggung. Teater merupakan suatu pertunjukan di atas panggung dimana pemainnya memainkan karakter orang lain yang berbeda dengan dirinya yang asli. Karakter tersebut harus ia perankan sebaik mungkin agar muncul perasaan percaya pada diri penonton akan aktingnya. Pertunjukan teater ibarat kehidupan manusia, seorang pemain merupakan seperti individu pada umumnya. Ketika ia menjadi aktor teater, ia berperan di hadapan para penonton. Dan ketika ia kembali ke belakang panggung, ia kembali menjadi dirinya. Tapi individu tetaplah  memainkan peran selama masih ada orang di sekitarnya, sedekat apapun hubungan individu dengan orang lain, sekenal apapun mereka. Selama masih ada orang yang melihatnya, indvidu tersebut masih memainkan peran di front stage. Individu baru akan menjadi dirinya yang sebenarnya ketika ia benar-benar sendirian, ketika sudah tidak ada lagi orang di sekitarnya.
                Interaksi adalah hubungan timbal balik antarindividu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi hanya akan terjalin jika individu-individu yang berinteraksi memiliki tujuan yang ingin dicapai.Dalam penyelenggaraan teater, anggota yang satu dengan yang lain harus saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan atau keberhasilan. Keberhasilan adalah hal mutlak yang harus diperoleh ketika mengadakan suatu pertunjukan, tanpa adanya keberhasilan yang dicapia maka pertunjukan teater tersebut menjadi sia-sia belaka. Jika tidak ada interaksi maka tidak akan terjadi suatu keberhasilan yang diinginkan, sehingga pertunjukan teater tidak akan pernah terselenggarakan dengan baik. Begitu juga dalam kehidupan sehari-hari, kita diharuskan untuk selalu berinteraksi kapanpun dan dimanapun kita berada, karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain. Dalam interaksi, beberapa peserta bekerjasama bersama-sama sebagai sebuah tim, atau berada dalam posisi dimana mereka bergantung pada kerjasama ini dalam rangka mempertahankan sesuatu dari situasi. Ketika individu berada di tempat baru, ia sebisa mungkin harus berinteraksi di tempat itu dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam hal ini, penyesuaian diri sangatlah penting sebagai salah satu cara dalam berinteraksi. Penyesuaian diri dilakukan agar ketika individu berada dalam suatu tempat, ia benar-benar menjadi bagian dari tempat tersebut. Cara menyesuaikan diri yang paling mudah adalah dengan mengikuti segala kegiatan yang diselenggarakan. Selain dalam rangka untuk menyesuaikan diri, dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut individu juga dapat berinteraksi satu sama lain untuk menambah lebih banyak teman. Dalam pribahasa dikenal dengan sambil menyelam minum air. 
                Dalam berinteraksi salah satu hal yang penting adalah kesopanan. Kesopanan individu dalam berinteraksi memberikan nilai positif dari orang lain kepada individu. Kesopanan yang dimaksud di sini adalah dalam hal berbicara dan bergaul. Individu yang berbicara dengan sopan dan baik akan lebih dihargai orang dan akan lebih mudah diterima di masyarakat. Masyarakat biasanya menilai kesopanan individu sebagai penentuan status sosial seseorang. Individu yang memiliki kesopanan digambarkan memilki status sosial yang tinggi, karena individu yang menjaga kesopan santunannya biasanya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebenarnya saling berhubungan antara status sosial dan pendidikan seseorang. Seseorang yang memiliki status pendidikan tinggi biasanya berada pada status sosial menengah keatas, itulah yang menyebabkan masyarakat lebih mudah menerimanya. Tingkat pendidikan seseorang juga menjadi penentu pandangan masyarakat terhadap individu. Namun terkadang yang menjadi rujukan masyarakat adalah gelar sarjana yang diperolah seseorang, bukan seberapa banyak ilmu yang didapat. Dewasa ini pendidikan hanya menjadi patokan atu tolak ukur ststus sosial di masyarakat. Contohnya, seorang anak yang kedua orang tuanya memiliki status sosial tinggi di masyarakat diharuskan menempuh pendidikan tinggi. Pendidikan bukan lagi dipandang sebagai kebutuhan, melainkan juga sebagai gengsi. Dalam hal pergaulan, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi bergaul dengan oarang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi pula, karena biasanya apa yang mereka bicarakan mengenai topik yang sama dan bisa saling memahami, dari pada membicarakan sebuah topik dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan berbeda.
                Interaksi yang dilakukan pastinya memiliki banyak tujuan, diantaranya untuk kepentingan pribadi atau keuntungan. Keuntungan yang dimaksud di sini adalah keuntungan pribadi. Semisal ketika kita sendirian berada di suatu tempat yang asing dan tidak mengenal seseorang yang kita kenal, sementara kita berada dalam kesulitan,kita harus berinteraksi dengan orang lain untuk meminta bantuan atau contoh lainnya, semisal kita berada di suatu kota dan kita membutuhkan bantuan, lalu kita teringat memiliki seorang kenalan di kota tersebut, maka kita bisa meminta bantuannya. Contoh-contoh tersebut merupakan beberapa keuntungan apabila kita memiliki banyak teman sebab berinteraksi.Ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain, dia akan berusaha untuk mengontrol atau memandu kesan terhadap orang lain dengan mengubah atau memperbaiki penampilannya. Pada saat yang sama, individu yang berinteraksi akan mencoba untuk mendapatkan informasi tentang individu tersebut untuk membuktikan kebenaran dari presentasi yang disampaikan oleh individu. Individu biasanya menggambarkan fakta yang tidak jelas, sebab jika aktifitas individu menjadi jelas, maka ia harus memobilisasi aktifitasnya, sehingga akan mengungkapkan apa yang ingin ia sampaikan. Dalam hal ini kesan kesempurnaan sangat penting dalam banyak presentasi. Karena setiap individu pasti ingin terlihat baik di depan individu yang lain. Individu akan berusaha membuat dirinya terlihat sepositif mungkin dalam hal performance.
                Goffman menggunakan istilah Kinerja Tim, atau lebih singkatnya dikenal dengan “Tim” untuk menggambarkan individu yang bekerjasama dalam pementasan. Biasanya ada beberapa tim dalam suatu pementasan, yang bekerja dalam keahliannya masing-masing. Dalam sebuah pertunjukan teater, pasti terdapat pembagian tim. Dalam sebuah tim dibutuhkan kerjasama yang baik antartim dan saling berhubungan satu sama lain dengan ketergantungan dan ikatan timbal balik. Anggota tim yang satu dengan yang lain harus bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Karena apabila tidak terjadi hubungan antara anggota tim maka akan terjadi misskomunikasi yang mengakibatkan kesalah pahaman. Namun untuk mencapai suatu tujuan atau keberhasilan, bukan hanya kerja sama yang dibutuhkan, tapi juga strategi dan trik. Strategi adalah langkah-langkah khusus yang dilakukan untuk mencapai suatu keberhasilan. Dalam kehidupan sehari-hari ketika individu mempresentasikan dirinya kepada orang lain, strategi diperlukan supaya orang lain bisa menangkap kesan yang ingin disampaikan individu baik itu bagian baiknya maupun bagian buruknya yang ingin diperlihatkan oleh individu. Dalam sebuah tim, jika ingin melakukan sesuatu maka harus dibicarakan bersama terlebih dahulu , tidak boleh memutuskan suatu hal hanya sepihak. Karena tim adalah bersama, kebersamaan sebuah tim adalah segalanya. Dan harus bersedia menerima masukan dari anggota tim yang lain. Kebersamaan tim juga harus terjaga agar terlihat kompak. Ketika dalam sebuah tim terjadi kesalah pahaman, maka harus segera di selesaikan agar masalah cepat terselesaikan. Jangan mencoba untuk mempermasalahkan masalah, tapi mencoba untuk menyelesaikan masalah.
                Orang-orang berpangkat tinggi cenderung beroperasi dalam tim kecil dan cenderung menghabiskan sebagian waktu mereka terlibat dalampertunjukan lisan, sedangkan kelompok kelas pekerja menghabiskan banyak hari-hari mereka di belkang panggung atau dalam pertunjukan tak terucapkan. Jadi tempat yang paling tinggi dalampiramida status, ukuran status sosial seseorang menentukan dimana dia berada. Semakin tinggi status sosialnya maka ia akan mendapatkan peran yang sangat penting di masyarakat. Namun,  Dengan kinerja yang baik, seseorang yang memiliki status sosial yang rendah juga bisa menaikkan status sosialnya dalam beberapa periode. Contohnya, seorang pegawai dalam sebuah perusahaan memiliki skill  dan kenerja yang sangat baik,maka bisa saja karena kinerja yang baiknya, atasannya menaikkan pangkatnya yang semula hanya pegawai biasa menjadi kepala bagian.
                Kembali lagi ke masalah teater. Ketika seseorang menjadi pemain teater, ia akan berperan sesuai dengan karakter yang didapatnya. Dalam sebuah teater, seorang pemain memiliki dua wilayah, yaitu back stage dan front stage. Front stage adalah ketika pemain atau aktor bermain di atas panggung, di hadapan para penonton. Ia memainkan karakternya sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh panggung. Pengaturan panggung menentukan segala hal yang harus dan tidak harus dilakukan pemain teater. Seorang pemain teater yang baik harus mentaati semua peraturan panggung demi tercapainya keberhasilan suatu pementasan. Seorang pemain harus mendapatkan kepercayaan terlebih dahulu dari penonton bahwa ia adalah benar-benar seperti karakter yang ia perankan, sehingga penonton bisa menangkap kesan yang ingin disampaikan oleh aktor. Karena kepercayaan adalah peran penting dalam performance. Jika aktor tidak bisa mendapatkankepercayaan dari penonton, maka apa yang diperankannya akan sia-sia, karena penonton tidak bisa melihat karakternya.implementasi penonton kepada pemain tergantung pada kepercayaan yang diberikan penonton kepada pemain teater. Untuk itu, seorang pemain harus mampu meyakinkan penonton. Jika penonton percaya dan yakin dengan permainan aktor dan ikut larut dalam pertunjukan, berarti aktor telah berhasil memainkan perannya dengan sangat baik. Performance yang baik akan mudah dalam mendapatkan kepercayaan dari penonton. Pemain cenderung menumbuhkan kesan bahwa kinerja mereka dan hubungan mereka dengan audience adalah sesuatu yang istimewa dan unik.Back stage adalah ketika aktor kembali ke belakang panggung. Ketika pemain kembali ke belakang panggung, mereka akan kembali menjadi diri mereka sendiri dengan segala kebiasaan mereka yang baik maupun yang buruk. Mereka akan menyingkirkan peran mereka atas identitas dalam masyarakat. Ketika pemain berada di belakang panggung, ia kembali menjadi dirinya semula. Tanpa akting, kostum, peraturan panggung dan tidak berusaha untuk mendapat kepercayaan lagi dari penonton. Ia benar-benar kembali menjadi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Backstage memainkan peran penting dalam proses ”Kerja Kontrol” dimana individu berusaha untuk menahan dirinya dari tuntutan ketentuan yang menyelingkupi mereka.
                Beginilah kira-kira yang ingin disampaikan oleh Erving Goffman. Ketika seorang individu ingin bertemu dengan orang lain, dia akan menyiapkan dirinya terlebih dahulu sedemikian rupa agar memberikan kesan yang ingin disampaikan individu tersebut kepada targetnya. Hal semacam ini dinamakan strategi. Di sini tiap individu bebas untuk berekspresi untuk menimbulkan kesan pandangan yang baik maupun yang buruk atas dirinya. Pemberian kesan yang baik dan sempurna akan menimbulkan implementasi dari orang lain sesuai dengan apa yang dia inginkan.
                Back stage dan fron stage banyak diilustrasikan dalam masyarakat kita. Ketika individu bertemu dengan orang lain ia akan mempersiapkan dirinya sebaik mungkin, sepositif mungkin agar orang yang ditemuinya berimplementasi tehadap dirinya dan bisa menangkap apa yang ingin individu tersebut perlihatkan kepada orang yang ingin ditemuinya. Individu akan melakukan berbagai strategi dan cara sebelum bertemu dengan orang lain. Individu masih dikatakan berada pada wilayah front stage selama masih ada orang di sekitarnya, selama masih ada orang yang melihatnya, baik itu orang tuanya, keluarganya maupun teman dekatnya. Namun ketika ia sedang sendirian, ia benar-benar kembali menjadi dirinya, tidak ada lagi kepura-puraan yang ia mainkan.  Kinerja individu di wilayah depan dapat dilihat sebagai upaya untuk memberikan kesan bahwa aktivitasnya di wilayah tersebut mewujudkan standar tertentu. Individu menyadari betapa pentingnya penampilan fisik mereka, mereka mencoba untuk memberi kesan bahwa ketenangan mereka saat ini dan kemahiran adalah sesuatu yang mereka miliki.
                Contoh yang dapat kita ambil adalah seperti mahasiswa baru di sebuah universitas. Satu sama lain sama sekali belum saling mengenal. Maka tiap mahasiswa tersebut sebelum bertemu dengan mahasiswa lain, ia akan mempersiapkan dirinya terlebih dahlu agar orang yang ditemuinya bisa berimpresi seperti yang ia harapkan. Dan ketika ia sedang sendirian, misalnya di rumah atau di toilet ia akan menjadi biasa saja seperti dirinyayang asli. Itulah yang dinamakan back stage dan front stage. Selama ia masih bertemu dengan seseorang, misalnya keluarganya, ia masih berada dalam area front stage.

Analisis Film "Gie" Menggunakan Perspektif Psikologi

            Gie adalah sebuah film yang menceritakan tentang perjalanan hidup seorang remaja bernama Soe Hok Gie.  Gie adalah seorang remaja yang sangat cerdas, sangat kritis terhadap situasi dan fenomena di sekitarnya. Termasuk bagaimana system pemerintahan di Indonesia yang kala itu dipimpin Presiden Soekarno, yang menganut Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin, dimana pemimpin ditempatkan pada posisi tertinggi.
            Namun, Gie memiliki persepsi lain mengenai Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin tersebut. Gie berpendapat bahwa Sistem Demokrasi Terpimpin yang diberlakukan merupakan pelanggaran demokrasi, karena tidak ada kebebasan pers pada saat itu, diibaratkan seperti pemerintah memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat.
            Ketika Gie duduk di bangku SMP, ia pernah tidak naik kelas. Bukan karena dia bodoh, malah sebenarnyaa dia siswa terpandai di sekolahnya. Dia tidak naik kelas karena mengkritik gurunya yang salah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Itu adalah gambaran system pembelajaran pada zaman itu, dimana guru selalu dianggap yang paling benar dan tidak tahan dengan kritikan. Gie tidak mau beradaptasi dengan kondisi yang demikian tersebut, karena keadaan tersebut dinilainya salah. Adaptasi adalah penyesuaian dalam kapasitas sensorik setelah pemunculan stimulus yang tidak berubah dalam waktu yang lama
            Keadaan Bangsa Indonesia yang demikian itu membuat Gie termotivasi untuk membuat perubahan. Setelah lulus SMA Gie masuk di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dia aktif dalam mengikuti seminar-seminar Mahasiswa, diia juga mengikuti organisasi-organisasi seperti Mahasiswa Pencinta Alam, tapi dia tidak suka mengikuti organisasi politik yang ada di Universitas Indonesia pada saat itu, menurutnya organisasi politik hanya demi kepentingan pihaknya masing-masing. Di sela-sela kesibukannya sebagai Mahasiswa, Gie bersama teman-temannya juga membuat forum bagi penikmat film, kemudian menganalisis film tersebut.
Gie, dengan tulisan-tulisannya di surat kabar, dan bersama teman-temannya berusaha untuk menggerakkan Mahasiswa dan Masyarakat untuk bersama-sama menolak dan menjatuhkan Presiden Soekarno dan Pemerintahannya yang menganut Ideologi Komunisme, dimana rakyat jelata semakin tertindas sedangkan kaum kapitalis semakin berkusa.
Saat pemerintahan berganti dari Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto, Gie tetap merasa tidak ada perubahan dalam sistem politik, tetap sama, bahnkan semakin parah. Tidak ada kebebasan pers dalam kepemimpinan Presiden Soeharto. Tulisan-tulisan Gie di surat kabar mendapat cekalan dari beberapa pihak karena dinilai bertentangan dan melawan Presiden Soeharto. Namun Gie tetap teguh pada moto hidupnya, yaitu “Lebih baik dikucilkan daripada menyerah pada ketidakadilan”. Akhirnya Gie meninggal dunia saat melakukan pendakian ke gunung Semeru, gunung tertinggi di Jawa.
Dari Film tersebut, ada beberapa aspek psikologi yang dapat kita ambil. Yakni persepsi dan motivasi.
Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan antargejala, maupun peristiwa) sampai rangsang itu disadari dan dimengerti. Karena persepsi bukan sekedar penginderaan, maka ada penulis yang menyatakan persepsi sebagai Interpretetion of experience (penafsiran pengalaman).
Ada beberapa ciri umum dunia persepsi, yaitu :
  1. Modaliatas
Rangsang-rangsang yang diterima harus sesuai dengan Modalitas tiap-tiap indera, sifat sensoris dasar dari masing-masing indera.
  1. Dimensi ruang
Dunia persepsi memiliki ruang; kita bisa mengatakan atas-bawah, tinggi-rendah, lias-sempit, latar depan-latar belakang, dan lain-lain.
  1. Dimensi waktu
Dunia persepsi memiliki dimensi waktu, seperti cepat-lambat, tua-muda dan lain-lain.
  1. Berstruktur; konteks; keseluruhan yang berlaku
Objek-objek atau gejala-gejala dalam dunia pengamatan mempunyai struktur yang menyatu dalam konteksnya
  1. Dunia penuh arti
Kita cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna bagi kita, yang ada hubungannya dengan tujuan dalam diri kita.
Persepsi yang dilakukan Gie merupakan salah satu ciri umum dalam dunia psikologi yang bernama Dunia Penuh Arti, dimana Gie cenderung melakukan pengamatan atau persepsi pada gejala-gejala yang mempunyai makna, yang ada hubungan dengan tujuan dalam hidupnya. Pengamatan yang dilakukan Gie adalah pengamatan terhadap lingkungan di sekitarnya, kampus, Mahasiswa, dan sistem pemerintahan di Indonesia. Gie melakukan pengamatan tersebut karena memiliki tujuan kedepan, yaitu ingin melawan ketidakadilan di Indonesia.
Aspek ke dua yaitu motivasi. Motivasi adalah suatu proses yang mengakibatkan seseorang bergerak menuju tujuan yang dimiliki.
Beberapa ciri motivasi :
  1. Penggerakan perilaku menggejala dalam bentuk tanggapan-tanggapan yang bervarisi
  2. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kekuatan determinan
  3. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu
  4. Penguatan positif (Positive reinvorcement ) menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulangi kembali
  5. Kekuatan perilaku akan melemah bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak enak
Ciri motivasi yang paling nampak ada dalam diri Gie adalah poin ke tiga, yaitu motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu. Dengan kondisi pemerintahan di Indonesia yang dinilainya tidak sesuai dengan asas demokrasi, Gie termotivasi untuk merubah keadaan tersebut dengan menggerakkan teman-temannya sesama Mahasiswa untuk berdemo dan menolak sistem pemerintahan yang demikian itu, juga melaui tulisan-tulisannya di  surat kabar untuk mempengaruhi masyarakat agar bersama-sama menentang pemerintahan yang salah tersebut.
Lingkaran motivasi :
  1. Kebutuhan
Kebutuhan merupakan suatu yang fundamental bagi kodrat manusia individual. Motif disamping merupakan dorongan fisik, juga orientasi kignitif elementer yang diarahklan pada pemuasan kebutuhan. Energy seperti ini bukan tanpa tatanan. Ada suatu hubungan dinamis antara motivasi dan tujuan.
  1. Tingkah Laku
Unsur ke dua dari lingkaran motivasi ini dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan yang sebenarnya sebagai serentetan kegiatan yang kadang dilakukan secara bersamaan.
  1. Tujuan
Tujuan adalah unsur yang ke tiga dari lingkaran motivasi yang bergfungsi untuk memotivasi tingkah laku. Tujuan tingkah laku acap kali tidak hanya satu, selain tujuan primer, ada pula tujuan sekunder. Tujuan juga dapat berupa sesuatu yang kinkrit atau yang abstrak.

            Dari Film Gie, kita bisa melihat bahwa sosok Gie berada dalam lingkaran motivasi. Gie memiliki tujuan yang ingin dicapainya, yaitu menentang system pemerintahan yang salah, dimana semakin memberatkan kaum miskin dan semakin membuat kaum kapitalis berkuasa. Untuk mewujudkan tujuannya tersebut, Gie melakukan banyak hal, seperti menulis di surat kabar, dan mengajak teman-teman Mahasiswa untuk beraksi sebagai refleksi dari ketidak benaran pemerintahan tersebut.



Daftar Pustaka
Wade, Carole: Psikologi, edisi ke-9. Erlangga:2007
Carlton, CR: Pengantar Ilmu Politik. CV. Rajawali: Jakarta, 1988
Drs. Irwanto, dkk: Psikologi Umum. PT. Gramedia: Jakarta, 1989
S. Feldman, Robert, Pengantar Psikologi. Salemba Humanika: Jakarta, 2012

Sobur, Alex, Psikologi Umum. Pustaka Setia Bandung: 2003