Rabu, 9 Juli 2014 telah ditetapkan sebagai hari pemilihan umum presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Calon-calon dari pasangan capres dan cawapres adalah Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Sebelum diadakan pemilihan presiden....pada masa kampanye, kedua kubu ini memiliki pertarungan yang sangat sengit yang tidak hanya dilakukan oleh masing-masing tim sukses dari kedua kubu, tapi juga dari kedua pendukung atau relawan di berbagai media, baik media sosial maupun telivisi.
Di media sosial baik Facebook maupun Twitter, kedua kubu ini aktif dalam menyuarakan visi dan misi mereka, pendukung-pendukung dari kedua kubu pun aktif menggembor-gemborkan sisi positif pasangan dukungannya dan juga menyebarkan fakta dan fitnah kepada kubu lawan. Fenomena ini membuat masyarakat awam menjadi semakin bingung menjatuhkan pilihan kepada siapa. Sementara di media televisi, ada beberapa stasiun televisi swasta yang secara nyata memberikan dukungan kepada kedua pasangan calon. Hal ini terkesan bahwa stasiun televisi tidak lagi mengindahkab UU NO. 33 Tahun 2002 tentang penyiaran, terutama yang terdapat pada pasal 36 ayat 4 yang berbunyi:
Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.
Kemudian setelah pemilihan presiden dan wakil presiden selesai dilaksanakan, beberapa stasiun televisi tersebut seperti tidak henti-hentinya menyuarakan peperangan dengan mendeklarasikan pemenang pilpres yang berbeda dari hasil quick count tanpa menunggu dulu ketetapan dari KPU. Hal ini kemudian menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat mengenai siapa sebenarnya pemenang dari pilpres ini. Sikap dari stasiun-stasiun televisi ini juga menyalahi pasal 5 UU Penyiaran yang berbunyi:
Memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggung jawab.
Jika kedua kubu mendeklarasikan kemenangan mereka masing-masing, bisa dibayangkan alangkah lucunya negeri ini, memiliki 2 presiden dan wakil presiden
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar