Definisi korupsi
Korupsi
secara umum didefinisikan sebagai tindakan
penggunaan
wewenang untuk keuntungan pribadi(Aguilera & Vader, 2007: 431; den
Nieuwenboer & Kaptein, 2007; Doh et al, 2003: 115; Doig & McIvor, 1999:
3-5; Hodgson & Jiang, 2007: 1044;Jong-sung & Khagram, 2005: 137). Sementara itu, Rimsky (2005: 32 )memandang korupsi
sebagai disintegrasi kekuasaan
dan mendefinisikan korupsi sebagai kegiatan ilegal atau kegiatan
ekonomi yang tidak bermoral, dimana
melibatkan penerimaan sumber daya keuangan atau materi oleh pihak yang
bersangkutan. Beets (2005: 65) secara khusus, memandang kegiatan korupsi
terkait dengan berbagai tindakan aparatur
negara di mana mampu menginvestasikan
segala sesuatu karena kekuatan yang berasal dari kekuasaannya, atau lebih jelasnya
aparatur Negara seperti pejabat yang
memanfaatkan kekuasaan mereka untuk memperkaya diri, untuk memperoleh barang
dan jasa tertentu yang mereka tidak mampu
memilikinya (Uys, 2011:6).
Sementaraitu, Brooks di Alatas (1990: 1) mendefinisikan
korupsi sebagai kegiatan disengaja atau
kelalaian dari tugas yang diakui.Vinod Pavarala (1993: 408) melihat korupsi
sebagai konstruksi sosial, dimana korupsi
adalah sebuah konsep yang diperebutkan. Syed Hussein Alatas
(1990: 1-2) mengidentifikasi sejumlah karakteristik yang menunjukkan sifat
eksplisit korupsi yaitu korupsi mewajibkan lebih
dari satu orang atau pihak yang terlibat dan menekankan manfaat timbal
balik, dalam
bentuk uang atau lainnya. Suatu
kegiatan korupsi selalu melakukan penipuan
beberapa
badan publik, lembaga swasta atau masyarakat secara keseluruhan (Uys, 2011:6-7).
Korupsi
adalah tingkah laku menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara
karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi ( perorangan,
keluarga dekat, kelompok sendiri): atau melanggar aturan-aturan pelaksaan
tingkah laku pribadi. (Klitgaard, 2005:31).
Menurut
TII korupsi adalah perilaku pejabat publik yang secara tidak sah dan tidak
wajar memperkaya diri sendiri dan teman-temanya melalui penyalahgunaan
kekuasaan yang dijabatinya. ( Napitupulu, 2010:9).
Tinjauan
Tingkat Korupsi
Perkembangan
problem sosial yaitu korupsi yang terjadi dibeberapa negara telah membangkitkan
para sosiolog untuk terjun di dalam kasus korupsi dan menganalisis sejauh mana
tingkat korupsi yang terjadi, di sini ada beberapa sosiolog yang mengabdikan
sejumlah karya ilmiahnya dalam studi korupsi, yaitu Syed Hussen Alatas yang
menerbitkan tiga buku tentang korupsi duantaranya adalah The sociology of corruption : tentang bagaimana sifat, fungsi,
penyebab, dan pencegahan korupsi.Corruption
and the destiny of Asia (1999) dan numerous
articles on the topic.
Kemudian beberapa tokoh
seperti JoseVelosoAbueva(1970) menganalisis lewat suatu
artikel tingkat suap dan korupsi di Filiphina, masih banyak lagi sosiolog yang
berkontribusi dalam meninjau tingkat korupsi yang ada di berbagai negara.
termasuk yang dilakukan oleh JonathanHyslop(2005) yang
menganalisis tentang korupsipolitik diAfrika Selatan, baik sebelum dan setelah rezim apartheid, dalam
mempertimbangkan peran warisan administratif
dan politik dalam membentukberbagai bentuk korupsi.
Terdapat dua pandangan yang dapat dilihat mengenai kasus korupsi di Afrika, yaitu dari Chabal and Daloz berargumen bahwa tidak
dapat ditarik kembali benua sebagai harapan korupsi yang picik, kemudian sebagian
besar sejarah menunjukan bahwa kurangnya
kesadaran kritik terhadap diri sendiri. Perdebatan lebih lanjut tentang korupsi
di Afrika melihat fluktuasi kasus korupsi tersebut adalah sebagai sebuah
harapan, sebagai sebuah penyimpangan sosial bebas korupsi prakolonial dan
sebagai instrumen logis yang dapat dikerjakan dalam rangka bertahan hidup. pada
masa prakolonialisme semuanya berjalan tanpa adanya kasus korupsi, semua itu
berkembang setelah kedatangan orang kolonial Eropa yang telah menumbuhkan
penyimpangan dari tatanan sosial.
Namun dua
pandangan tersebut nampaknya gagal dalam memeberikan pandangan tentang korupsi
di Afrika, faktanya korupsi merupakan bagian integral dari struktur sosial
hidup. Ranah privat dan publik diredam, itu sangat menunjukan adanya stratifikasi
yang jelas, yaitu pegawai negeri rendahan, kemudia para penjual yang
keuntunganya hanya untuk keberlangsungan hidupnya, yang pada akhirnya
menggunakan suatu cara pemerasan sebagai salah satu cara dalam menjadi kaya
atau meningkatkan status. Dan kemudian para elit politik untuk memenuhi tugas
mereka sekaligus memenuhi harapan klien mereka merupakan pemicu dalam
meningkatkan status. Oleh karena itu korupsi di Afrika adalah masalah
sistematik dan menjadi akar budaya, sosial dan struktural, bagaimana itu menjadi
kunci gangguan yang ada di Afrika (Chabal & Daloz 19 )
Jeffery
(2010: 195) mendefinisikan negara perkembangan sebagai: "... negara yang
efisien dan efektif yang aktif akan
campur tangan dalam perekonomian
untuk mendorong pembangunan, sekaligus mempertahankan dan memperluas
infrastruktur, mengurangi pengangguran melalui pekerjaan umum, dan menggelar
pelayanan dasar gratis dan hibah sosial untuk mereka yang membutuhkan. Premis implisit adalah
bahwa semua tugas diatas akan dilakukan dengan pemborosan minimal atau dalam
pelaksanaannyaakan terjadi adanya korupsi
Dalam
analisis fungsi negara berkembang di
Afrika Selatan, Roger
Southal (2007: 1-24) berpendapat bahwa korupsi di pemerintahan telah terjadi secara sistemik. Hal ini telah dibina oleh rezim apartheid (kebijakan atau sistem segregasi atau diskriminasi atas dasar ras). Kurangnya warisan pendidikan formal, keterampilan dan pelatihan di antara mayoritas orang kulit hitam, menyebabkan melemahkan daya saing mereka di pasar kerja dan oleh sebab itu meningkat pula intensitas saling berebut untuk jabatan publik atau jabatan politik. Posisi partai dan negara dianggap sebagai menyediakan akses ke kekayaan pribadi. Sehingga kedudukan dianggap sebagai tempat memperoleh kekayaan dan hal ini memicu terjadinya korupsi
Southal (2007: 1-24) berpendapat bahwa korupsi di pemerintahan telah terjadi secara sistemik. Hal ini telah dibina oleh rezim apartheid (kebijakan atau sistem segregasi atau diskriminasi atas dasar ras). Kurangnya warisan pendidikan formal, keterampilan dan pelatihan di antara mayoritas orang kulit hitam, menyebabkan melemahkan daya saing mereka di pasar kerja dan oleh sebab itu meningkat pula intensitas saling berebut untuk jabatan publik atau jabatan politik. Posisi partai dan negara dianggap sebagai menyediakan akses ke kekayaan pribadi. Sehingga kedudukan dianggap sebagai tempat memperoleh kekayaan dan hal ini memicu terjadinya korupsi
Southall
(2007: 9-12) menawarkan empat proposisi dalam upaya untuk menjelaskan
kegunaan korupsi pemerintah di Afrika Selatan. Pertama, perluasan
kegiatan korupsi dapat dikaitkan dengan pesan campuran yang berasal dari
kepemimpinan nasional dari ANC. Kedua, terkait dengan keengganan pemerintah untuk menyelidiki tuduhan bahwa posisi negara dan sumber daya telah disalahgunakan untuk keuntunagn ANC (Southall, 2007: 10) di mana dana negara dialihkan oleh perusahaan minyak Negara PetroSA, melalui ANC yang mengalami kesulitan keuangan sebelum pemilu 2004. Ketiga, adanya ambivalensi ANC terhadap konflik kepentingan. Secara formal, ada penerimaan yang menggunaan jabatan politik atau publik untuk mempromosikan kepentingan pribadi.
kegunaan korupsi pemerintah di Afrika Selatan. Pertama, perluasan
kegiatan korupsi dapat dikaitkan dengan pesan campuran yang berasal dari
kepemimpinan nasional dari ANC. Kedua, terkait dengan keengganan pemerintah untuk menyelidiki tuduhan bahwa posisi negara dan sumber daya telah disalahgunakan untuk keuntunagn ANC (Southall, 2007: 10) di mana dana negara dialihkan oleh perusahaan minyak Negara PetroSA, melalui ANC yang mengalami kesulitan keuangan sebelum pemilu 2004. Ketiga, adanya ambivalensi ANC terhadap konflik kepentingan. Secara formal, ada penerimaan yang menggunaan jabatan politik atau publik untuk mempromosikan kepentingan pribadi.
Bisa
dikatakan bahwa upaya pemerintah untuk mengatasi korupsi di atas, tidak mampu
untuk memberantas korupsi di tingkat bawah. Southall (2007: 12)
menyimpulkan: "Banyak keberhasilan
yang diperoleh dalam mengungkap kasus korupsi di seluruh negeri.
Namun, terdapat kesan bahwa upaya pemerintah
mengatasi masalah korupsi
adalah tanggung-tanggung, sebagian
alasannya dikarenakan masalah korupsi sangat luas,
dan sebagian lagi
karena untuk melakukannya akan
melibatkan biaya politik yang
tinggi dari dana
provinsi dan daerah. "
Dalam
analisis dampak korupsi terhadap negara
di Afrika Selatan, Soma Pillay (2004: 586)
mengidentifikasi sejumlah masalah
yang menghambat upaya pemerintah untuk memerangi korupsi: 'tidak cukup koordinasi kerja anti-korupsi
dalam pelayanan publik Afrika
Selatan dan di
antara berbagai sektor masyarakat; Informasi yang buruk tentang korupsi dan dampak tindakan
anti-korupsi dan lembaga; dan dampak korupsi terhadap
pemerintahan yang bersih
pemerintahan yang bersih
Ringkasan
Analis Korupsi
Sosiologi
memiliki kontribusi pada studi-studi korupsi yang tidak begitu besar. Hal ini
mungkin terkait dengan kurangnya perhatian yang diberikan kepada moralitas
sosiologi dalam usaha akademis. Andrew Linklater (2007:149-150) berpendapat :
“Menyelidiki
pertanyaan-pertanyaan ini sangatlah penting untuk memahami bagaimana umat
manusia belum dapat mengatur urusan politik, sehingga semua individu dan
masyarakat perlu untuk reproduksi masyarakat. Dimana hal ini di dasarkan pada
berat asimetris kekuasaan, dominasi kepentingan golongan, tidak saling
menghormati antar kelompok atau individu lain, adanya rasa ketakutan, ketidak
percayaan dan ketidakamanan intrinsik untuk menyelesaikan konflik-konflik
sosial. Moral sosiologi global dengan maksut emansipatoris bertujuan memahami
bagaimana manusia mungkin belum belajar untuk hidup bersama tanpa harus saling
melumpuhkan dan menimbulkan penderitaan.”
Paper
ini mengungkapkna bahwa sosiologi memiliki peran penting dalam menghubungkan
antara pembangunan dan korupsi. Konstribusi ini terutama terletak pada studi
tentang penegakan korupsi dan pengertian korupsi yang berbeda. Sosiologi
melihat bahwa korupsi sebagai sebuah masalah yang tersistem dengan budaya,
sosial dan akar structural. Studi tmengenai sosiologi korupsi menyangkut system
yang bermasalah, kondisi kemiskinan, penyakit dan eksploitasi yang
karakteristiknya lebih banyak ada pada Negara yang sedang berkembang seperti
Afrika.
Korupsi adalah ekspresi dari
hubungan kekuasaan yang tidak setara dalam masyarakat, namun juga
saling ketergantungan seperti yang terlihat antara Negara barat dan Negara
selatan. Kelanjutan analisis sosiologis dari dinamika dan pelaksanaannya
mengalir dalam bentuk kebijakan sosial bisa berkontribusi terhadap kekuatan
Negara berkembang di Afrika Selatan.
Daftar pustaka
Hermojo, 2005, Membasmi
korups, .Edisi ketiga, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Klitgaard,
Robert, 1998, Controlling coruption, The Regent of the University
of California.
Napitupulu,
Diana, 2010, KPK In action, Edisi pertama, Raih Asa Sukses ( Penebar Swadaya
Group), Depok.
Uys, Tina, 2011, Development
and Corruption: A Sociological Analysis, UJ Sociology, Anthropology &
Development Studies Wednesday Seminar, Hosted by the Department of Sociology
and the Department of Anthropology & Development Studies